'Kok sendirian?' Tidak semua yang sendirian, terlihat begitu. Aku adalah orang yang selalu menerima kalimat itu. Kalimat yang terkesan mengintimidasi, bagiku. Tapi aku juga tidak bisa mengelak, karna itu faktanya. Setidaknya, di mata mereka yang melontarkan kalimat itu. Aku memakluminya.
Aku mengunjungi perpustakaan daerah yang ada di kota. Cukup jauh dari rumahku, sekitar 30 menit sepertinya, ah cuma ingin kalian tahu. Di depan perpustakaan, aku berdiri, keningku mengernyit, dalam hati aku bertanya 'ini benar perpus kan?'. Menepis segala macam prasangka yang berputar-putar di atas kepalaku seperti sekumpulan burung, aku memutuskan untuk masuk saja. Salah satu prasangka ku terhadap bangunan ini ternyata benar adanya. Aku ingat sekali, layar monitor itu sepertinya baru. Tidak ada lagi buku besar bergaris yang menampung nama-alamat-pekerjaan untuk semua pengunjung. Aku berakhir dengan menekan tombol enter pada layar monitor berukuran 21 inch dan begitulah benda pintar itu menyimpan data nama-alamat-pekerjaan milikku. Sekarang aku ingat, sudah setahun sepertinya. Seorang pemuda tinggi berkacamata cokelat mendekatiku, dapat kulihat dari pantulan layar monitor itu samar-samar .
"Baru kesini lagi?" Sapanya. Senyumnya manis dan ada dua lekungan disana.
"Eh? Mmm.. Iya.." Bola mataku berputar. Sengaja ku membenarkan posisi kacamata yang sebenarnya tidak ada masalah. Tidak lupa, dengan sedikit anggukan dan senyuman untuk menghargai sapaannya.
"Kok sendirian? Gak sama temennya?" Lanjutnya. Dia sibuk mengutak-atik layar monitor itu. Entah apa yang dia kerjakan, aku tak peduli. Tapi yang ku pedulikan adalah apa pernah aku kesini bersama orang lain? Dan tunggu, siapa dia? Kurasa dia pegawai baru di sini. Ku lirik dia, sepertinya ini saat yang tepat untuk tidak menjawab pertanyaannya. Aku tidak tertarik, toh seingatku memang aku selalu kesini sendirian, setahun lalu. Begitulah orang awam mengiranya.
.
.
Duduk di ayunan sambil membaca buku memang menyenangkan, apalagi sepi. Oh tunggu, maksudku tidak ada yang menggangu, kecuali sesekali lambaian lembut angin menyapa lembar halaman yang sedang ku baca, akan ku anggap itu sebagai teman sunyiku. Tapi kali ini beda, jelas bukan teman sunyiku yang menyapa. Seorang pemuda duduk di sisi seberang ku, senyumnya tengil, jelas aku masih ingat dia adalah pegawai perpustakaan tadi. Ku tarik ujung bibirku, tersenyum, sedikit. Aku juga tidak mau meninggalkan kesan tidak ramah. Beruntunglah ujung telunjukku masih menahan batas lembar halaman. Kesunyian melanda, jujur saja aku pun tak bisa konsentrasi membaca kalau begini. Aku lirik, pemuda itu memejamkan matanya, tidur? Kurasa tidak. Jadi aku batuk, sengaja, sedikit.
"Aku tidak tidur" Ujarnya.
Apa ini? Dia bisa menebak prasangkaku. Aku masih diam, sengaja. Menunggu dia yang mulai berbicara.
"Kau mau aku bicara?" Tanyanya. Sekarang matanya terbuka, lebar, kurasa bola matanya akan lepas. Dan aku mengedip sekali.