Percampuran budaya adalah proses atau kejadian dimana terjadinya penggabungan atau pengaruh dari budaya yang berbeda. Percampuran budaya dapat terjadi secara alami atau sengaja, dan dapat terjadi di tingkat individu, kelompok, atau masyarakat. Percampuran budaya dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti migrasi, perdagangan, pendidikan, atau media. Percampuran budaya dapat menyebabkan terjadinya keberagaman budaya dan integrasi sosial, tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya konflik budaya jika terdapat kelompok masyarakat yang tidak menerima atau menolak budaya yang berbeda dengan budaya mereka sendiri.
Pempek merupakan makanan khas yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan, ternyata punya sejarah panjang. Penganan berbahan utama sagu dan ikan itu, sudah ada sejak Kerajaan Sriwijaya sekitar abad VII masehi, dan merupakan percampuran dari berbagai budaya. Pempek makanan Khas Palembang itu, diduga merupakan percampuran budaya Melayu, Jawa dan Tionghoa.
Terjadi sejak masa Sriwijaya. Prasasti Talang Tuo dari Kerajaan Sriwijaya, menyebut adanya Sagu dari pohon enau, yang ditanam di taman Srikestra. Sementara ikan tersedia melimpah di perairan Palembang. Masa Kesultanan Palembang, makanan campuran sagu dan ikan itu dikenal dengan nama Kelesan.
Pempek juga dianggap sebagai adaptasi makanan olahan ikan Tionghoa, seperti bakso ikan kekian atau ngohiang. Akulturasi budaya pada pempek, menunjukkan keberagaman dan toleransi budaya di Palembang, yang hidup berdampingan saling melengkapi sampai kini. Dilansir dari berbagai sumber, pempek Palembang ternyata memiliki asal-usul yang unik. Berdasarkan sejarahnya, pempek berawal dari pria keturunan Tionghoa yang biasa dipanggil Apek.
Apek sendiri hidup di masa pemeritahan Kesultanan Palembang Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Apek yang tinggal di pinggiran Sungai Musi saat itu, memiliki ide untuk memanfaatkan potensi ikan yang melimpah dengan mengolahnya menjadi makanan lain selain digulai dan digoreng.
Hingga pada akhirnya, Apek pun mengolah ikan hasil tangkapannya dan mencampurnya dengan tepung yang mirip dengan makanan bakso yang dibawa pedagang Tiongkok ke Palembang Apek pun berkeliling menjual panganan hasil buatannya tersebut yang pada saat itu belum memiliki nama Ketika ada yang membeli, mereka akan memanggil Apek dengan ujung namanya saja, yaitu 'peek peek Panggilan itulah yang menjadi asal mula dari nama pempek Sehingga, bisa disimpulkan bahwa sejarah pempek sendiri melibatkan akulturasi kebudayaan kuliner dan Tiongkok
Akulturasi budaya pempek dapat terjadi ketika proses penggabungan atau pengaruh dari budaya pempek ke dalam budaya lain. Pempek adalah makanan tradisional yang berasal dari kota Palembang, Sumatra Selatan, Indonesia. Pempek dapat dibuat dari daging ikan yang dicampur dengan tepung kanji, kemudian diolah dengan cara dipotong-potong dan dibakar atau digoreng. Pempek seringkali disajikan dengan cuka serta bahan pelengkap lainnya, seperti tahu, telur, dan bawang goreng.
Akulturasi budaya pempek terjadi ketika budaya pempek tersebar ke daerah lain di Indonesia atau ke luar negeri, dan terpengaruh oleh budaya daerah tersebut. Contohnya, pempek dapat disajikan dengan bahan pelengkap yang berbeda dengan yang biasa disajikan di Palembang, atau diolah dengan cara yang berbeda dengan cara asli pembuatan pempek di Palembang.
Akulturasi budaya dapat mempengaruhi makanan dalam beberapa cara. Pertama, akulturasi budaya dapat menyebabkan terjadinya percampuran atau penggabungan budaya makanan. Contohnya, jika pempek yang berasal dari china diadopsi oleh masyarakat di Palembang , maka makanan tersebut mungkin akan disajikan dengan bahan pelengkap atau diolah dengan cara yang berbeda dengan cara asli pembuatannya, namun dengan mengubah beberapa aspek pembuatannya sesuai dengan selera atau budaya makanan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H