Lihat ke Halaman Asli

Tanah Papua Terancam: "Tagar #AllEyesOnPapua Trending"

Diperbarui: 4 Juni 2024   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda perempuan dan tetua adat atur siasat lawan penggusuran. Fotografer Dwianto Wibowo 23 Februari 2024

Jakarta, 4 Juni 2024 - Seruan #AllEyesonPapua menggema di media sosial dalam beberapa hari terakhir, menyusul aksi heroik suku Awyu dan Moi di depan Mahkamah Agung (MA) Jakarta Pusat pada 27 Mei lalu. Gerakan ini menyerukan perhatian nasional dan internasional terhadap perjuangan masyarakat adat Papua dalam melindungi hutan adat mereka dari perampasan oleh perusahaan sawit.

Distrik Segun terletak di pesisir selatan Sorong, Papua Barat, Masyarakat yang mendiami wilayah ini adalah bagian dari suku besar Moi. Senasib dengan suku Awyu yang terletak di Kabupaten Mappi dan Boven Digoe, Provinsi Papua Selatan juga tengah berjuang melawan perusahaan sawit yang akan menggarap 18.160 hektar hutan adat 

Melawan Perampasan Hutan Adat dan Krisis Iklim dilansir dalam laman Greenpeace Hendrikus Woro menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro--bagian dari suku Awyu. Namun gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua. Kini, kasasi di Mahkamah Agung adalah harapannya yang tersisa untuk mempertahankan hutan adat yang telah menjadi warisan leluhurnya dan menghidupi marga Woro turun-temurun. Hal ini tak hanya merugikan masyarakat adat, tetapi juga berpotensi memicu deforestasi dan membahayakan komitmen iklim pemerintah Indonesia.

Adapun sub suku Moi Sigin melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat Moi Sigin untuk perkebunan sawit. PT SAS sebelumnya memegang konsesi seluas 40 ribu hektare di Kabupaten Sorong. Pada 2022, pemerintah pusat mencabut izin pelepasan kawasan hutan PT SAS, disusul dengan pencabutan izin usaha. Tak terima dengan keputusan itu, PT SAS menggugat pemerintah ke PTUN Jakarta.

Kehadiran perusahaan kelapa sawit PT IAL dan PT SAS akan mengancam hutan yang menjadi sumber kehidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan bagi masyarakat adat Awyu dan Moi. Hutan ini juga merupakan habitat bagi berbagai flora dan fauna endemik Papua serta menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Aktivitas PT IAL dan PT SAS diperkirakan akan memicu deforestasi yang dapat melepaskan 25 juta ton CO2e ke atmosfer, memperburuk dampak krisis iklim di Indonesia.

Seharusnya Pemerintah lebih melihat dengan peraturan ciptaannya sendiri seperti

  • UUD 1945 Pasal 18B (2) mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap kegiatan usaha harus mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan. Deforestasi dan kerusakan ekosistem yang signifikan bisa melanggar ketentuan ini.

Menurut saya peraturan ini adalah gambaran umum bagi penegak hukum untuk menjalankan perilaku bahkan sikapnya untuk mendukung warga setempat, tetapi ini Indonesia dimana hukum tumpul keatas dan tajam kebawah. Semua Kekuasaan bahkan kebijakan bisa diatur dengan segala hormat diterimanya. Ujar Gaddiel Meido Sitte Mahasiswa Universitas Nasional Fakultas Hukum .

Dukungan Bermunculan di Media Sosial gerakan #AllEyesonPapua mendapatkan dukungan luas di media sosial, dengan banyak pengguna media sosial yang menyerukan solidaritas untuk masyarakat adat Papua dan menuntut pemerintah untuk menghentikan perampasan hutan adat.

Gerakan #AllEyesonPapua menjadi pengingat penting bagi kita semua tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Hutan adat di Papua bukan hanya milik masyarakat adat, tetapi juga warisan nasional yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline