Lihat ke Halaman Asli

Rajam bukan Hukum Islam (Menjawab Tulisan Saudara Madeteling)

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Minggu, 30 Januari 2011. Saya membaca sebuah Tulisan yang berjudul HUKUM RAJAM ADALAH HUKUM ISLAM yang ditulis oleh saudara Madeteling. Saya sudah berusaha memberikan penjelasan dalam tulisan tersebut, akan tetapi saudara Madeteling tidak memberikan jawaban. Dengan itu saya bermaksud untuk memberikan penjelasan atas hal tersebut

Dengan dasari oleh seorang Taliban yang mengatakan bahwa "hukum rajam adalah hukum islam yang ada dalam syariat Islam, oleh karena itu orang yang tidak menyetujui hukum rajam, bukanlah umat Islam." Pada tulisan saya kali ini, saya ingin memberikan penjelasan tentang asal mula hukum rajam tersebut.

Di dalam tulisannya, saudara madeteling mengatakan bahwa "rajam (hukuman mati karena hubungan seks)" merupakan hukum yang berasal dari binatang yang kemudian diadopsi oleh manusia. Kutipannya : "Hukum binatang ini di adopsi oleh masarakat Jahiliah dan masyarakat manusia liar lainnya di Afrika. Itulah dasar hukum rajam, hukum poligami, hukum perkawinan , hukum hubungan sex yang masuk kedalam syariat Islam, karena Islam memang lahir dari masyarakat Jahiliyah."

Rajam bukanlah hukum yang berasal dari binatang, rajam adalah hukum yang berasal dari Tuhan. ini dapat kita baca dalam Imamat 20:10

"Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu."

Alquran menjelaskan tentang hukuman zina adalah sebagai berikut :

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (QS.An-Nur : 2)

Disini digunakan kata "dera", yang diterjemahkan dari kata "jildun", yang jika diartikan secara harfiah berarti kulit. Oleh karena itu, hukuman bagi pezina adalah dera yang hanya "menyakiti" kulit bukan menghilangkan nyawa. Dengan di beri hukuman demikian, semoga memberikan efek jera dari perbuatan tersebut. Dan "sisa umurnya" digunakan untuk bertobat dan beramal shaleh.

Love for all hatred for none

Muslim Ahmadi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline