Lihat ke Halaman Asli

Sayang Anak Tapi "melarang" mereka Sekolah

Diperbarui: 21 Mei 2016   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi itu tanggal 03 mei kami warga PAI UIN Malang melakukan semacam bakti sosial di SDN Bocek 3 tepatnya di kecamatan Karangploso yang perjalanannya tidak sampai memakan waktu 2 jam dari kampus kami.Ketika melihat raut manis senyum mereka muncul semangat dan keinginan yang kuat untuk berbagi ilmu serta memberikan inspirasi kepada mereka.

Saat itu saya kebagian mengajar di kelas 6.Mereka sambut kedatangan kami dengan wajah ceria,namun ketika kami bertanya “siapa diantara kalian yang tidak melanjutkan ke SMP” dengan serentak mereka menunjuk satu anak laki laki yang duduk terdiam di bangku pojok belakang.Aku bertanya tanya pada diriku sendiri,mengapa,apa sebabnya,ada apa dengan anak itu ya allah? Setelah kutelusuri akupun menemui titik terang...

Ketika ditanya mengapa tidak melanjutkan sekolah dengan santai diiringi senyum manis ia menjawab,”Orang tua saya melarang untuk melanjutkan sekolah,saya disuruh “macul” (bertani,berkebun) walaupun sebenarnya orang tua saya mampu dan ada biaya”.Hati saya bergetar ketika mendengar alasan itu,perasaan terkejut terharu getir  miris beraduk campur jadi satu.Kok bisa bisanya calon generasi penerus bangsa dilarang meneruskan perjuangan yang ia rintis sejak dini,padahal yang namanya pendidikan itu sangatlah penting dimasa mendatang,siapa yang tau 20 tahun lagi dia yang akan menggantikan kursi DPR siapa yang tau mereka akan menjadi mentri,doktor,ataupun pilot??

Sebagai pendidik kita kita harus punya kompetensi sosial yang tidak hanya cerdas tapi juga asosial baik kepada teman,peserta didik maupun lingkungan sekitarnya.Selain itu pendidik diharapkan bisa menjadi teladan yang baik bagi peserta didik serta bisa menyiapkan dan membuka diri terhadap beberap kemungkinan perubahan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline