Meski Timnas menang 4-3 dari Turkmenistan, rasanya ada sedikit kekecewaan atas performa Boaz yang melewatkan lebih dari lima kesempatan mencetak gol. Memang hampir semua gol yang dicetak Timnas merupakan hasil umpan Boaz yang terlihat sangat taktis dan berkelas. Gonzales sendiri terlihat tahu diri setelah mencetak dua gol berturut-turut, ia lalu mengendorkan ego-nya dengan memberikan kesempatan pada Boaz mendemonstrasikan kepiawaiannya menggocek bola, memberi umpan dan ruang pada Boaz untuk mencetak gol. Entah sial atau apa, yang tampak sangat menggregetkan, semua kesempatan itu lepas begitu saja.
Bola yang ditendang Boaz terus menerus mental dan menghindar dari gawang Turkmenistan. Secara umum lini belakang Turkmenistan sebenarnya tidak memberi perlawanan yang berarti. Dalam 30 menit setelah Gozales mencetak dua gol, sangat terlihat bagaimana Boaz menjadi ngotot untuk bisa mencetak gol juga. Situasi ini patut disayangkan, karena egonya ini, secara tahap demi tahap dalam penerapan strategi penyerangan, faktanya mampu menularkan nuansa psikologis kebuntuan atau kecenderungan frustrasi pada rekan sekuadron. Untungnya satu gol tambahan dari Nasuha di babak pertama, menjadikan (3 - 0) untuk Timnas, mampu menghentikan kengototan Boaz untuk sementara. Permainan cepat Timnas di babak pertama terlihat tertata cukup apik, dengan tingkat kesalahan yang cukup kecil.
Jelas usaha Boaz yang ngotot itu sedikitnya telah merubah ritme permainan Timnas, terbukti lini belakang timnas sempat mengalami kekacauan, kehilangan konsentrasi, sehingga saat tim lawan memanfaatkan tendangan sudut, ditengah kekacauan di depan gawang Timnas, terjadilah tendangan liar ke arah gawang yang tidak mampu dibendung oleh lini belakang, kedudukan menjadi 3-1. Satu hal yang membuat Boaz terlihat menyadari kesialannya hari ini adalah saat sikapnya yang bijak ketika pada menit ke 71 memberikan umpan pada M Ridwan yang berdiri bebas. Syukurlah Ridwan menyelesaikan kesempatan itu dengan baik sehingga mampu merubah kedudukan menjadi 4-1. Tapi rupanya, dampak akumulasi frustrasi Boaz dalam kegagalan yang berulang-ulang untuk mencetak gol, yang menularkan rasa frustrasi pada rekan sekuadron, menjadi semakin jelas ketika Turkmenistan yang dengan 10 pemain mampu memperkecil kekalahan mereka menjadi 4-3 dalam 20 menit sebelum pertandingan berakhir.
Dilihat dari kualitas permainan hari ini, seharusnya Timnas mampu mencetak lebih dari 8 gol. Siapapun dia, entah Boaz, atau Gonzales harus tetap mengacu pada dasar utama dalam permainan sepakbola, yaitu kerja sama tim. Tidak perlu memaksakan diri untuk harus mencetak gol atau mementingkan ego secara berlebihan. Mencetak gol seharusnya terjadi karena kesempatan yang sepersekian detik itu memang terbuka untuk dimanfaatkan. Jadi bukan memaksakan kesempatan untuk menjadi terbuka. Dalam teknis persepakbolaan yang telah dikuasai dan dialami, insting pemain yang berkelas jelas mampu membedakan mana momen yang memiliki peluang untuk mencetak gol dan mana yang tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H