Lihat ke Halaman Asli

Bengawan Solo

Diperbarui: 8 Mei 2016   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semasa kuliah di universitas Nanzan, saya pernah praktek di rumah jompo selama lima hari. Praktek Ini adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang berminat menjadi guru SMP-SMA di Jepang. Praktek ini oleh orang Jepang sebut kaigo jisshu.

Hari pertama kaigo jisshu, langsung akrab dengan seorang ojiisan- bapak tua. Pasalnya, ketika dia tahu  asal saya dari Indonesia dia langsung menyanyikan lagu “Bengawan Solo.” Syair lagunya dia tidak hafal secara baik tetapi, melodi lagunya dia hafal begitu sempurna.

Ketika para perawat tak bisa mengaturnya untuk mengikuti ritme panti jompo, perawat-perawat akan memintaku untuk melawatinya dan kami dua selalu mendendangkan lagu Bengawan Solo. 

Saya bukan orang Solo, tetapi ketika kami menyanyikan lagu itu, ada rindu akan kampung halamanku. Bagi sang ojiisan, lagu itu tentu membangkitkan hitam-putih masa lalunya. Ada air mata di sudut matanya tiap kali kami menyanyikan lagu itu.

Ketika saya tanya, bagaimana kamu bisa tahu lagu itu? 

Dia bilang.

"Lagu itu ada dalam buku Kesenian saat aku Sekolah Dasar (SD)." 

Lebih lanjut ojiisan itu bilang.

"Melodi Bengawan Solo enak didengar."

Lagu Bengawan Solo pernah populer di Jepang. Tahun 1947, Matsuda Toshi menerjemahkannya ke dalam bahasa Jepang. 

Somerset Maugham pernah bilang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline