Lihat ke Halaman Asli

LGBT dalam Perspektif Teologis

Diperbarui: 17 Maret 2016   16:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Foto: http://reformata.com/images/news/504.jpg"][/caption]

ISU LGBT (Lesbi, Gay, Biseks, Trans gender) terus merebak. Di Amerika pernikahan homo telah dilegalitas dan dilindungi UU. Begitu juga beberapa negara di Eropa, Australia. Tak heran jika isu LGBT mengalir bagai air deras karena kaum LGBT piawai mengelola media pemberitaan. Ada berbagai perspektif yang coba diulas tentang LGBT, dan yang pertama adalah perspektif teologis.

Ketika Tuhan menciptakan manusia (singular), diciptakannya laki-laki dan perempuan (plural). Jelas sekali hakekat manusia adalah satu dengan dua jenis kelamin (Kejadian 1:27). Maka manusia itu akan menikah menjadi sebuah keluarga (Kejadian 2:24-25). Hubungan seks laki-laki dan perempuan disebut hetroseksual. Ini desain original yang dibuat Tuhan sejak semula. Bahkan dalam hubungan seks laki-laki dan perempuan ada tertib mutlak yang berlaku yaitu harus antara suami dan istri yang sah. Seks itu mulia. Seks adalah relasi bukan rekreasi, sekalipun dalam relasi suami dan istri mereka menikmati rekreasi yang menyatukan hati. Manusia beranak cucu, hubungan suami dan istri yang beda jenis dimana sperma bertemu dengn sel telur. Bukan hubungan yang sejenis dimana sperma bertemu sperma, dan pasti akan terbuang percuma. Kesadaran ini harus terus dijaga, yaitu hakekat manusia berasal dari pertemuan sperma dan sel telur. Kecuali manusia mengingkari sendiri hakekat dirinya.


Sesudah kejatuhan kedalam dosa, Adam dan Hawa terusir dari Taman Eden, simbol kesempurnaan hidup (Kejadian 3:23-24). Mulai dari sini dosa datang dalam berbagai bentuk, mulai dari pembunuhan Habel oleh kakaknya sendiri Kain, dan kejahatan lain yang terus meningkat. Dan, dosa seksual, yaitu homoseksual terjadi di Sodom dan Gomora. Ketetapan Tuhan sangat jelas, era pra Taurat dimana perintah tertulis belum ada, hanya lisan, Tuhan membumi hanguskan kota Sodom dan Gomora (Kejadian 19:28-29). Dengan kasat mata kita melihat, dan dengan mudah kita memahami betapa murkanya Tuhan atas penyimpangan seksual yaitu homoseksual. Korban penyimpangan seksual homo disebut sebagai korban Sodomi. Sebuah pengakuan masyarakat umum atas dosa homoseksual Sodom.

Kemudian diera Taurat dimana Firman Tuhan disampaikan kepada nabi Musa dan dibuat tertulis. Dikatakan; Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian. Dan kekejian harus dilenyapkan (Imamat 18:22, 29). Sangatlah mudah dipahami, dan jelas di PL, dari era pra Taurat hingga Taurat homoseksual adalah suatu penyelewengan sesksual yang Tuhan benci. Dan hukumannya juga sangat jelas. Jangan pernah lupa, desain original Tuhan adalah hetroseksual!

Lalu di PB, rasul Paulus mengingatkan jemaat Kristen di Roma agar menjauhkan diri dari perilaku penyelewangan seksual dimana laki-laki yang dikuasai nafsu yang menyala-nyala meninggalkan istri mereka dan berbuat mesum dengan laki-laki (Roma 1:27-28). Mereka digambarkan sebagai orang sesat yang tak merasa perlu mengakui Allah. Bagi mereka hidup adalah pemuasan nafsu. Mereka disebut biseksual, yaitu hubungan dengan lawan jenis, tapi juga dengan sejenis. Sementara untuk homoseksual rasul Paulus menyebutnya pemburit (1 Korintus 6:9, 1 Timotius 1:10), sebagai yang bertentangan dengan ajaran sehat dan tidak mendapat bagian dalam kerajaan kekal. Dalam KBBI, kata burit berarti belakang, buntut, dubur, dan memburit atau pemburit menunjuk kepada mereka yang melakukan hubungan sesksual dibagian belakang yaitu homoseksual. 


Dengan sangat jelas Alkitab menyatakan sikap atas perilaku seksual menyimpang yaitu homoseksual, biseksual, atau apa yang disebut banci, juga istilah kini trans gender, sebagai hal yang salah, dosa, ajaran yang tidak sehat dan menyesatkan. Entah bagaimana cara berpikir sebagaian teolog liberal yang menyebut homoseksual bukanlah dosa. Apa yang tertulis di Alkitab mereka ingkari, sementara pemikiran liar yang tak berdasar mereka bangun. Menafsir melompat sebebasnya tanpa merasa perlu terikat pada Alkitab yang ditafsirkan.

Argumentasi kasih diatas segalanya, dan bahwa hukum tak bisa menista manusia, karena hukum untuk manusia dan bukan manusia untuk hukum. Sehingga atas dasar itu kita tak boleh menista homoseksual sebagai dosa, sebaliknya dengan alasan kasih kita harus menerima sepenuhnya. Mereka juga ciptaan Tuhan yang segambar dan serupa dengan Dia.

Pertama hukum dan kasih bukanlah dua hal yang terpisah. Hukum tanpa kasih memang menjadi legalistik belaka. Tapi jangan lupa, kasih tanpa hukum itu liar dan sama sekali tidak bertanggungjawab. Begitu repotnya negara membangun hukum dengan segala ketentuannya dan penjara. Tapi dengan logika seperti ini yaitu hukum untuk manusia, maka tak sepatutnya manusia yang melanggar hukum itu dipenjara, itu sangat menyiksa. Logika pikir yang sangat liar dan merusak tatanan hidup manusia untuk hidup sehat dan bertanggungjawab. Sementara logika yang menyebut homoseksual sebagai gambar dan rupa Allah sehingga itu bukan dosa, sederhana sekali melihat kesalahannya. Bukankah semua manusia adalah ciptaan, gambar dan rupa Allah, tapi ada peraturan yang harus ditaati yang jika dilanggar akan dihukum. Kita mengenal kata baik dan buruk, benar dan salah, dalam tindakan. Tapi dengan asumsi semua manusia ciptaan Allah, gambar dan rupa Allah, maka nilai-nilai ini harus digugurkan. Selamat liar.

Sementara dalam bersikap, Alktab jelas berkata; Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39). Kasih itu lintas, strata, suku, ras, dan agama. Mengasihi sesama manusia, bukan mengasihi dosanya. Ini harus dibedakan dengan jelas dan tegas. Yesus Kristus datang kedunia untuk menebus dosa manusia, sangat jelas dikatakan yang percaya tidak akan binasa, tapi yang tidak percaya pasti binasa. Kasih itu tertib, tidak liar. Mari kita mengasihi kaum LGBT dengan menolong mereka kembali kejalan yang benar, tapi jangan pernah sekalipun mengasihi dosa LGBT. Ini bukan pekerjaan mudah tapi itulah yang harus dikerjakan oleh gereja. Bukan sekedar meneriakkan mujijat kesembuhan, mujijat kaya, tapi mana mujijat menyembuhkan kaum LGBT? Yang ada malah terjebak didalamnya!
Semoga kita sadar akan panggilan sejati gereja sebagai garam dan terang dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline