Lihat ke Halaman Asli

Keluarga Kita, Miniatur Negara

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga Kecil Bahagia Sumber Photo:http://nyonyahafidz.files.wordpress.com/2012/11/keluarga-bahagia.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="483" caption="Keluarga Kecil Bahagia Sumber Photo:http://nyonyahafidz.files.wordpress.com/2012/11/keluarga-bahagia.jpg"][/caption] Tak dapat disangkal, negara adalah kumpulan ikatan banyak orang. Dari satu individu, menjadi satu keluarga, lalu satu masyarakat, dan akhirnya satu Negera. Negara akan kuat, jika masyarakatnya kuat, dan masyarakat akan kuat jika keluarga-keluarga kuat, dan keluarga yang kuat lahir dari individu yang kuat. Begitulah hirarki sederhana sebuah bangsa membangun masa depan yang menjanjikan. Masalah para Presiden dalam keluarga selalu menciptakan hiruk pikuk Negara, dan antipati rakyat. Ingat kasus Presiden Clinton dengan Monica Lewinsky, yang memunculkan usulan pemecatan. PM Italia Silvio Berlusconi yang juga menimbulkan kegaduhan politik karena skandal seksnya. Itu di Amerika dan Eropa, apalagi Indonesia yang selalu disebut sebagai negera relegius. Masalah seperti ini tak boleh dipandang sebelah mata, kecuali kita tak peduli pada moral kebangsaan. Para pempimpin selalu menjadi model acuan bagi rakyat, khususnya angkatan muda. Dan para ibu, tentu paling memahami arti keluarga rukun, kecuali memang anti keluarga bahagia. Sekedar suka tentu saja tak boleh membuat kita bertindak salah. Tak semua yang kita inginkan adalah kebutuhan. Jadi, harus jeli meneliti. Bagaimana dengan Jokowi? Apakah keluarganya bisa dijadikan panutan? Sebuah pertanyaan yang penting. Jokowi sebagai keturunan Jawa asli, dan seorang muslim yang taat, telah menunaikan ibadah hajinya yang pertama kali tahun 2003. Total umroh Jokowi empat kali, bahkan istrinya lebih banyak lagi. Untuk hal ini dia difitnah bukan Islam, melainkan Kristen dan seorang Tionghoa. Ironisnya, tak sedikit umat Kristen yang karena gelap mata mendukung pilihannya, malah turut menyebarkan gosip ini yang mengadu domba keagamaan dan ras. Sebuah sikap yang membingungkan, dari orang yang memiliki tingkat pendidikan mumpuni. Kelahiran Solo 21 Juni 1961, Jokowi anak dari pasangan haji, bapak H.Wijatno Noto Mihardjo dan ibu Hj.Sudjiatmi. Menyelesaikan pendidikan hingga SMA di Solo, dan kemudian S1 nya di UGM Jokjakarta. Menikah dengan satu istri bernama Hj. Iriana, mereka memiliki tiga anak; Gibran Rakabuming Raka (24), Kahiyang Ayu (21), dan Kaesang Pangarep (17). Dimata anaknya, Jokowi adalah fugur ayah yang baik, jujur, ulet, dan bertanggung jawab. Bapak panutan kami, kata Gibran dalam sebuah wawancara dengan merdeka.com. Gibran sebagai anak sulung tak berminat menjadi politisi seperti ayahnya. Pilihan bisnisnya juga terbilang unik yaitu catering (resto) Chili Pari. Padahal jika ingin menjadi kaya lewat jalur cepat, dia bisa menjadi supplier atau bahkan calo untuk kebutuhan Pemda Solo, dan sekarang Jakarta. Dengan APBD 72T, ada banyak proyek yang bisa digarap. Tapi Gibran tak kesana. Dia berbinis yang dia suka, yang kemajuannya sangat tergantung pada respon pasar, dan bukan fasilitas mudah. Memang dia mulai digosipkan sebagai milyader, tapi realita berbicara beda. Semoga Gibran tak tergiur bisnis bernuansa KKN, dan Jokowi tetap konsisten menjaga keluarganya tak terlibat KKN. Keluarga Jokowi terbukti tak gila kemewahan. Jika di Solo, mobil Esemka jadi bagian keseharian, maka di Jakarta Inova menemaninya kebanyak lokasi. Tentu saja mobil dinas tersedia sesuai ketentuan yang ada. Tapi yang patut dicatat adalah sikap sederhana yang mendarah daging, dan ada pada semua anggota keluarga. Tak ada hobi mewah pada kehidupan keluarga CaPres ini. Juga tidak ada isu keretakan pernikahan, apalagi gugatan cerai atau diceraikan. Datanglah kerumah dinas Gubernur ditaman Suropati, suasananya sangat merakyat, jauh dari kesan protokoler. Penampilan keluarga Jokowi, adalah kesehariannya, bukan politisisasi apalagi bagai iklan yang dirancang untuk sebuah pencitraan. Tak susah menggali kehidupan keluarga Jokowi, karena memang sangat terbuka. Jangan-jangan nanti setelah jadi Presiden Jokowi berubah dan berulah? Bisa saja, namanya juga manusia! Tapi, menilai yang akan datang tentu bukan wilayah kita. Kita hanya bisa menilai yang sudah ada. Yang akan datang, maybe yes, maybe no. Jadi yang pasti-pasti saja. Itulah harapan kita, kiranya Jokowi diridhoi Tuhan jadi Presiden yang menjadikan Negera tercinta bagai sebuah keluarga besar. Jauh dari keributan, dusta politik, dan kemunafikan. Ya, terbuka bagi semua, sejahtera bagi semua. Selamat datang Indonesia indah, seperti lukisan Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline