Lihat ke Halaman Asli

Yang Ditunggu Tidak Datang-datang, yang Datang Tidak Ditunggu

Diperbarui: 21 Agustus 2016   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai warga DKI Jakarta yang selalu taat akan bayar pajak dan retribusi maka sungguh merupakan suatu penantian yang panjang untuk mengetahui siapa kandidat DKI-1 dalam Pilkada DKI Jakarta mendatang. Kandidat yang ada saat ini baru Sang Petahana Gubernur AHOK dengan segala tingkah polahnya banyak memancing komentar baik dari rakyat jelata maupun dari yang terpelajar bergelar Proffessor Doktor Politik. Pokoknyasemua berkomentar tentang AHOK dan lucunya komentar itu semua komentar berkisar akan kejelekan dan kelemahan AHOK baik dari latar belakang suku bangsanya maupun dari pola kepemimpinan AHOK dalam memimpin DKI Jakarta selama ini. Ibarat komentator sepakbola yang melihat pertandingan sepakbola dari tribun paling atas akan sangat lancar berkomentar. 

Tapi apa yang terjadi kalau Sang Komentator itu ikut bermain bola maka akan tampak lain. Mungkin baru bermain selama 10 menit sudah harus digotong keluar karena kehabisan nafas atau karena di tackling pemain lawan. Itulah AHOK yang mengelola Jakarta sebagai miniatur mini Indonesia yang segala tumpah ruah ada di Jakarta baik suku bangsa,kebudayaan, kepentingan dan jangan lupa pengaruh budaya dunia ada di Jakarta.Jakarta dengan volume APBD sekitar Rp 80 trilyun tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi pemburu rente termasuk partai politik. 

Dalam pengelolaan APBD ini tampaknya AHOK menggunakan jurus budaya Tionghoa yaitu lebih sulit mencari tambahan pendapatan dengan sumber pendapatan baru daripada melakukan penghematan dari pendapatan yang sudah ada. Jadi untuk penghematan itu AHOK menterapkan  e-bugeting, e-procurement, dan cashless society di birokrasi DKI Jakarta dimana semua pembayaran melalui e-banking. Jadi banyak yang mati kutu kelimpungan yang selama ini banyak bermain hangky pangky dengan birokrasi DKI Jakarta. Makin banyak saja yang tidak senang dengan AHOK sehingga ada gerakan asal bukan AHOK untuk DKI-1 nanti. Yang lucu bin aneh ada kumpulan partai dengan alasan kekeluargaan sudah sepakat untuk mengusung kandidat selain AHOK tapi sampai forum terbentuk belum menemukan siapa yang akan diusung.

Partai politik yang sebagai salah satu pilar demokrasi yang selalu berkoar koar bahwa berpolitik itu harus melalui partai politik dan lucunya tidak ada yang berani mencantumkan di KTP untuk kolom pekerjaannya mencantumkan bahwa pekerjaannya itu adalah Politikus sampai detik ini belum ada yang memunculkan hasil pengkaderanannya untuk maju sebagai Kandidat DKI - 1. 

Sampai-sampai partai politik yang mengklaim memiliki mesin politik hebat di DKI Jakarta juga belum berani memunculkan sendiri siapa kadernya sebagai Kandidat DKI-1. Mereka masih sibuk berpikir nanti akan dapat apa kalau mendukung salah satu kandidat dan bukan berpikiran Kadidat mana yang dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat DKI-1. Tampak"dagang sapi"sedang berlangsung dan berproses dan rakyat DKI hanya dipandang sebagai obyek saja oleh parpol. Jadi karena "dagang sapi" sedang berlangsung dan berproses maka yang ditunggu rakyat DKI Jakarta siapa Kandidat DKI-1 itu tidak datang-datang dan yang datang malah yang tidak ditunggu-tunggu seperti.........

 

Salam perubahan untukkehidupan yang lebih baik lagi.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline