Lihat ke Halaman Asli

Menapaki Punden Berundak Tertua di Nusantara

Diperbarui: 17 November 2018   04:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situs Gunung PadangDokpri

Gunung Padang, Salah satu Punden Berundak  Terbesar dan Tertua di Asia Tenggara 

Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, menjadi destinasi wisata yang tepat buat kamu yang ingin merasakan liburan atau jalan-jalan yang berbeda. Menuju lokasi yang pernah menjadi tempat peribadatan masyarakat purbakala di puncak bukit, kita akan langsung disuguhi pemandangan alam, hamparan kebun teh nan hijau di sisi kiri dan kanan, serta udara nan segar.

Pemandangan di Jalan Menuju Situs Gunung Padang.

Tak kalah penting, jalan menuju ke sana sudah mulus. Pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Cianjur dan Provinsi Jawa Barat tengah serius menata aset cagar budaya peninggalan masa pra sejarah tersebut. 

Untuk sampai di pintu masuk Situs Gunung Padang, kita perlu melewati 20 km dari jalan raya Cianjur-Sukabumi. Meski daerah perbukitan dan dataran tinggi dengan medan menanjak dan berkelok-kelok, kita tak perlu khawatir jalan terjal. Pemerintah telah melebarkan jalan seluas kurang lebih 8 m dan memuluskannya dengan cor.

Dokpri

Dokpri

Sampai di pintu masuk, kita hanya butuh Rp.5000 per orang untuk tiket, selenjutnya dipersilakan mendaki tangga menuju lima teras situs pemujaan roh leluhur dari tahun 117 SM. Ada dua pilihan tangga. Pertama tangga curam, yang tersusun dari bebatuan setinggi 175 m. Kedua, tangga landai dengan bahan semen cor setinggi 300 m.

tangga-1-5bef2529c112fe47a43363c3.jpg

Dokpri

Teras Satu

Tiba di teras satu, kita langsung mendapati hamparan menhir berupa balok-balok batu berbentuk prisma. Ada yang rubuh, ada yang tegak. Lumut atau jamur kering menempeli kulit menhir. Beberapa masih tersusun sebagaimana altar pemujaan.

Dokpri

teras-1-5bef25116ddcae2a7a3d14b5.jpg

Dari tangga naik, ada balok yang disebut sebagai gerbang pertama. Sedikit ke tengah area teras satu ini, puluhan menhir tertancap berdiri membentuk ruangan kotak persegi panjang. Dua menhir di antaranya lebih besar dan tinggi, disebut sebagai gerbang kedua. Di bagian dalam, agak ke ujung, ada batu pipih yang disebut batu dolmen namun tanpa penyangga. Warnanya berbeda, lebih menyerupai oranye kekuning-kuningan.

Juru kunci Gunung Padang, Nanang Sukmana menerangkan, pada masa silam, nenek moyang kita menggunakan tempat ini untuk acara-acara khusus. Setelah selesai, dari tempat ini kemudian menuju ke teras dua, tiga, empat dan lima melalui gerbang sederhana, yang juga berupa dua pancang menhir balok batu.

Dokpri

Masih di teras satu, dekat tangga ke teras dua, ada batu musik, disebut juga batu bonang atau batu gamelan dan ada juga batu kecapi. Batu ini bisa mengelurkan nada khas Sunda, Da Mi Na Ti La Da, ditabuh menggunakan jari tangan. Pada ujung batu musik tersebut terdapat relief lima jari. Konon, sering bunyi sendiri di malam hari. Tapi ada pakar yang mengatakan ini adalah sarana untuk menyetel atau stem alat musik.

Pola prisma menhir rata-rata persegi lima. Namun kata arkeolog pakar Gunung Padang, Dr. Lutfi Yondri, M.Hum, sebenarnya tidak semua batu polanya demikian, sebagaimana legenda yang berkembang di masyarakat. Ada persegi empat, tujuh hingga yang paling sempurna yakni segi delapan. Berdasarkan penelitiannya, yang sudah dimulai lebih 30 tahun lalu, sejak 1980an, semua batu-batu tersebut berasal dari proses vulkanik. Gunung Padang sendiri merupakan bekas gunung api purba, meninggalkan gundukan bukit dan balok-balok batu berjumlah ribuan, ada yang menyatakan jutaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline