Lihat ke Halaman Asli

Gendongan; Sebuah Benda yang Mengatakan Banyak Peristiwa

Diperbarui: 23 Oktober 2017   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hari ini kita semua akan teringat ibu. Seorang ibu, seorang wanita yang menyerahkan pundaknya, juga air susunya untukmu. Sebuah ikatan cinta tanpa syarat, universal dan selamanya,"

Demikian penggalan kalimat dari sambutan perupa Hanafi dalam pembukaan pameran Fertil, Barakat, Ayom; Budaya Gendongan Bayi di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

"Gendongan hanya sebuah benda namun mengatakan banyak peristiwa," lanjutnya.

Sehelai kain gendongan bayi menyimpan peristiwa bagaimana mata ayah yang lekat hatinya erat dengan degup jantung anak bayinya. Sebuah suara yang erat dalam ibu dan menjadi musik cinta di telinga setiap anak manusia. Mengingatkan kita pada saat-saat antara ruang cemas dan kasih. Bahkan jika degup serupa kepedihan hati, kita pasti mengetahuinya lebih intim.

Hanafi menerangkan, di ruang pameran Museum Nasional ini, pengunjung akan mendapati kain mori melengkung serupa cangkang sebagai representasi rahim ibu. "Kau merenangi apa saja, melayang bersama air ketuban. Kau tidak pernah ketemu sudut yang menyudutkan, kau tidak menapak yang kadang menyulitkan langkahmu," kata Hanafi.

"Inilah pameran gendongan bayi, pameran cinta untukmu koleksi Museum Nasional Prasejarah Taiwan, Museum Nasional Indonesia dan suku Dayak di tampilkan di sini di Indonesia setelah kami menyatakan cinta di Museum Nasional Pra Sejarah Taiwan tahun 2014, Fertil, Barakat Ayom, atas nama cinta," lanjutnya.

Pameran Fertil Barakat Ayom ini dibuka oleh Direktur Jenderal Kebduayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid, yang dalam kesempatan ini diwakili Direktur Kesenian Kemendikbud Restu Gunawan.

Pameran ini berlangsung di Ruang Pamer Temporer Museum Nasional Indonesia, Jakarta, 20-29 Oktober 2017.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline