Dalam perjalanan pulang kerja sore ini saya menyempatkan diri singgah di persimpangan jalan, tidak jauh dari Universitas Bangka Belitung (UBB). Saya memesan satu porsi sate ayam asli Madura. Di persimpangan itu, selain penjual sate ayam, juga terdapat deretan usaha lainnya.
Sambil menunggu pesanan sate saya selesai di bakar, saya sedikit mewawancarai tukang sate untuk mendapatkan informasi seputaran usaha satenya. Saya beruntung, tukang sate yang saya wawancarai tidak pelit untuk memberikan informasi kepada saya.
Jadilah saya menjadi peneliti dadakan, mewawancarai narasumber yang saya anggap narasumber primer untuk judul penelitian saya kali ini. Harapan saya informasi yang diberikan oleh tukang sate ini, menjadi data primer mewakili deretan usaha lainnya yang ada di persimpangan jalan itu.
Keuntungan Berjualan Di Lokasi Strategis
Menurut saya, tukang sate ini berjualan di lokasi yang sangat strategis. Lokasi usahanya berada di persimpangan jalan, kurang lebih 300 meter dari gerbang kampus Universitas Bangka Belitung (UBB).
Selain itu, lokasi usaha tukang sate ini berada di tengah-tengah desa yang ramai penduduknya. Selain ramainya penduduk asli dari desa, juga diuntungkan dengan banyaknya mahasiswa UBB yang menetap di seputaran kampus UBB tersebut.
Menurut tukang sate, mereka sudah berjualan sate di lokasi tersebut semenjak tujuh tahun yang lalu. Tukang sate ini bukan asli Bangka, melainkan asli Madura. Anggap saja, mereka berani merantau dari Madura hanya untuk mengais rezeki dengan berjualan sate asli Madura.
Omzet dan Keuntungan Usaha Dari Berjualan Di Lokasi Strategis
Omzet berjualan sate di persimpangan jalan yang tidak jauh dari lokasi kampus UBB cukup besar. Informasi dari tukang sate, omset harian tembus satu juta rupiah. Dengan rincian 1.000 tusuk sate x Rp.1.000 = Rp.1.000.0000.
Padahal, omset satu juta rupiah tersebut dihasilkan saat mahasiswa sedang libur kuliah. Biasanya, saat mahasiswa aktif kuliah, omset hariannya melebihi satu juta rupiah per hari.