Pada era globalisasi yang saat ini sudah memsuki revolusi industri 4.0 pada bidang pertanian menyebabkan petani-petani tradisional harus mulai untuk beradaptasi dengan masuknya revolusi industri 4.0 akan tetapi para petani tradisional terbilang terlambat untuk mempelajari teknologi yang berekembang saat ini, diakarenakan penerimaan informasi terbilang lambat dikarenakan para petani tradisional saat ini berusia tua. Hal ini tidak diiringi dengan kemauan generasi muda untuk mau melanjutkan menjadi petani.
Perkembangan teknologi pada era 4.0 ini membuat pola pikir manusia berubah, mereka beranggapan bahwa petani adalah pekerjaan yang kuno, ditambah lagi dengan anggapan mereka bahwa petani pendapatannya rendah. Akan tetapi pemerintah mencanangkan program petani milenial hal ini bertujuan untuk meregenerasi (Kemen PPA dan BPJS 2018). Generasi milenial dapat diartikan sebagai generasi yang lahir pada tahun 1980-2001 (Berkup, 2014). Generasi milenial tumbuh bersamaan dengan berkembangnyateknologi dengan pesat, maka tidak heran jika generasi milenial selalu melibatkan teknologi pada setiap aspek kehidupannya (Papp dan Matulich 2011).
Pada dasarnya jika generasi milenial ini memiliki kemauan untuk menjadi petani bukan tidak mungkin perekonomian akan meningkat, mengingat mereka tumbuh dan berkembang pada era revolusi industri 4.0 yang mana semua kegiatannya berbasis teknologi, pekerjaan yang awalnya dianggap tidak akan mendapat pendapatan yang besar jika dikombinasikan dengan teknologi kemungkinan besar akan mematahkan persepsi mereka tentang pertanian.
Jika hal itu terjadi akan mengakibatkan perubahan sosial yang bergerak naik atau vertikal, hal ini disebabkan perkembangan teknologi mengaharuskan petani tradisional untuk beregenerasi dengan petani milenial, yang mana petani milenial ini akan menggunakan teknologi pada sektor pertanian sehinggan bertani bisa dilakukan dengan menyenangkan, ditambah lagi adanya teknologi dapat meningkatkan kualitas serta harga produk.
Untuk mencapai tujuan ini tentunya perlu persiapan yang matang dan terstruktur dari pemerintah, salah satu contohnya adalah dengan menyebar luaskan informasi mengenai pertanian melalui media cetak dan digital, hal ini bertujuan untuk mengubah pola pikir generasi muda pada sektor pertanian yang awalnya dianggap kurang menarik menjadi lebih tertarik,hal ini tentu saja berdasarkan fakta bahwa sektor pertanian mempunyai ketahanan ekonomi khususnya pada masa pandemi saat ini.
Untuk mendukung adanya perubahan sosial menuju lebih baik perlu adanya faktor baik dari internal maupun eksternal, faktorfaktor ini yang mengharuskan generasi milenial untuk mau melakukan perubahan pada kehidupan sosial mereka. berdasarkan pada faktor-faktor internal dan eksternal yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto, misalnya saja yang terjadi saat ini terjadi adalah penemuan penemuan baru.
Saat ini pada sketor pertanian sudah banyak penemuan-penemuan baru baik itu berupa alat dan mesin pertanian maupun pemuliaan tanaman, petani tradisional tidak cukup cakap untuk menggunakannya sendiri, maka menjadi keharusan bagi generasi milenial untuk menggunakannya, selain itu untuk membentuk ketahanan pangan maka generasi milenial mau tidak mau harus mau melakukan perubahan sosial.
Faktor internal lainnya adalah bertambahnya penduduk, perkembangan msayarakat yang sangat pesat, dan keterbatasan lahan menjadi faktor pening untuk generasi milenial mau untuk berprofesi sebagai petani. Minimnya lapangan pekerjaan dan saingan yang sangat banyak juga menjadi faktor untuk terjadinya perubahan sosial dari petani tradisional menjadi petani milenial atau petani berdasi. Generasi milenial menjadi unung tombak ketahanan pangan untuk masa depan khususnya di Indonesia, ide-ide inovatif dan membangun dibutuhkan Negara saat ini, generasi pemikir seperti generasi milenial inilah yang sangat cocok untuk melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H