Lihat ke Halaman Asli

bidin cumi

Penyuka buah semangka dan pecinta kuliner Lamongan

NU Lamongan Jangan di Korbankan Jadi Mesin Politik

Diperbarui: 9 November 2020   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Edaran dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur jelas meminta agar atribut, lembaga, serta badan otonom NU jangan dimanfaatkan untuk kegiatan politik praktis selama masa pemilu kepala daerah (pilkada) tahun 2020.

Hal ini menjadi salah satu poin penting imbauan PWNU Jawa TImur guna tetap memperkuat ukhuwah, ketentraman, ketertiban serta kedamaian masyarakat Jawa Timur, khususnya dalam menghadapi hajat pemilukada serentak.

Dahulu Gus Dur sudah mengembalikan NU ke khittohnya sebagai ormas islam, bukan sebagai partai politik. Gus Mus juga menjelaskan, secara organisatoris, NU tidak ada kaitannya dengan partai politik dan tidak berurusan dengan politik praktis. Ia pun mengutip pernyataan Kiai Sahal Mahfud, "politik yang dipegang oleh NU adalah politik tingkat tinggi".

Gus mus juga mengatakan bahwa Politik tinggi yang dimaksud adalah politik kebangsaan, politik kerakyatan, itu yang dianggap oleh NU. Bukan politik kekuasaan atau politik praktis. ini menjadi pembelajaran bagi kita semua khususnya warga nahdliyyin yang ada di Lamongan.

Bernafsu untuk menang

Sesunggunya dalam pagelaran Pilkada (atau Pemilu), keterlibatan para tokoh politik, agama, ormas dan bisnis adalah hal lumrah. Menjadi tidak lumrah jika ada sekelompok elit yang 'ngotot', 'overdosis', dan memaksakan diri untuk memenangkan pertarungan. 

Karena bernafsu ingin memenangkan laga Pilkada dan syahwat menguasai sudah di ubun-ubun, maka mereka cenderung menggunakan berbagai macam cara, termasuk cara-cara tidak etis; menghalalkan berbagai macam strategi dan taktik kotor; serta memakai berbagai cara,  termasuk bantuan-bantuan bansos, pemanfaatan Ormas sebagai instrument kampanye dan propaganda politik.

Sudah jelas bahwa NU dilarang untuk diikutsertakan dalam perpolitikan tapi masih ada saja oknum yang jelas-jelas membawa nama NU sebagai dalih bernafsu untuk menang. 

Tentu dengan propaganda yang sangat banyak ditemukan baik di medsos maupun di banner-banner jalan dengan tulisan "wes wayae NU duwe Bupati". Kenapa masih ada saja orang Struktural NU yang mau diperalat untuk bisa menginstruksikan kepada para kader dibawahnya dan juga banom-banomnya untuk memilih pasangan tersebut?. Ini sungguh sangat disayangkan.

Kalau kita flashback kebelakang sebelumnya ada nama Sholahuddin yang didukung penuh dari para Habaib, Kiai NU dan juga para warga Nahdliyyin, sedangkan pesaingnya dalam hal dukungan yang sama adalah nama Kartika Hidayati seorang wakil Bupati Lamongan. Keduanya sama-sama memperebutkan rekom PKB namun akhirnya Nama kartikalah yang muncul sebagai pemenang.

Dalam perjalanan merebut Rekom PKB sudah banyak diketahui bahwa terjadi konflik. Seperti PKB Lamongan yang bersatu bulat hanya mengusung Kaji Sholah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline