Lihat ke Halaman Asli

bidin cumi

Penyuka buah semangka dan pecinta kuliner Lamongan

Politisasi PKH di Tengah Pandemi, Perilaku Buruk Paslon di Pilkada

Diperbarui: 3 November 2020   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setelah adanya video berdurasi 2:20 menit yang viral membuat publik Lamongan semakin banyak yang tahu bahwa selama masa kampanye ini PKH yang seharusnya untuk para warga miskin digunakan untuk kepentingan politik semata. Ini sungguh sangat disayangkan.

Kita tahu bahwa data penerima PKH di Lamongan tahun 2020 ada sebanyak 52.135 KPM, terdiri lansia, penyandang disabilitas dan anak sekolah. Jumlah tersebut hasil Verifikasi dan Validasi (Verval) Dinsos Lamongan.

Luar biasa secara data 52.135 KPM ini sungguh sangat menguntungkan bagi pasangan nomor urut 3 tapi merugikan bagi masyarakat Lamongan umumnya. KPM sendiri singkatan dari Keluarga Penerima Manfaat atau dalam data bisa disebut KK. Bayangkan saja apabila 1 KK terdiri dari 3 orang maka jumlahnya bisa mencapai 156.405 warga. Ini angka yang sangat fantastis bagi DPT di Lamongan.

Perkembangan pemberitaan PKH ini dari hari ke hari semakin memanas. Dan Alhamdulilah semakin banyak warga yang akhirnya berani menyuarakan bahwa PKH ini dipolitisir untuk mencoblos pasangan nomor urut 3. Sungguh sangat salut buat para warga yang akhirnya membuka kebenaran dan ketidakadilan ini.

Warga Lamongan sudah sangat pintar jadi jangan diancam dan di gertak dengan tidak bisa menerima PKH, yang pura-pura miskin terima bantuan PKH saja bisa di penjara apalagi pengancaman kepada para penerimanya yang benar-benar miskin.

 Hukum Agama jelas mengatakan sangat mengutuk dan mencela orang orang yang menzalimi orang miskin dan anak yatim, dan menyebut mereka sebagai pendusta agama. Lihat Alquran surah al-Ma'un ayat 1-3. Artinya, "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin."

Politisasi PKH di tengah Covid-19 apakah juga bisa dikatakan sebagai perbuatan buruk paslon?  Tentu saja bisa dikatakan iya, lantaran apa yang diperlihatkan oleh paslon yang ingin memiliki kuasa sangatlah tidak etis dengan segala cara yang dilakukannya dan itu jelas merusak norma yang ada demi kekuasaan.

Dalam ranah Pilkada, hal itu berpotensi menjadi bentuk pelanggaran. Larangan Kepala Daerah selama tahapan Pilkada, normanya diatur pada pasal 71  UU No 1/2015 sebagaimana diubah terakhir dengan Perppu 2/2020. 

Khusus Petahana pada ayat (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. 

Paslon nomor 3 yang notabenenya petahana akan bekerja keras untuk menghindari isu ini boso jowone ngeles karena isu ini sangat panas yang pada akhirnya menyeret statmen dari Kadinsos Lamongan yang mengatakan bahwa video tersebut hanya settingan belaka.

Tak heran PKH ini harus menjadi perhatian serius untuk semua masyarakat Lamongan, tidak hanya bagi penyelenggara pemilu. Tetapi juga pegiat Pemilu agar keadilan Pilkada bisa ditegakkan. Masyarakat tentunya juga harus berperan aktif dalam hal mengawal agar PKH ini tidak dimanfaatkan oleh petahana ataupun calon yang memiliki akses bantuan PKH. Setidaknya dari Ombudsmen sudah menerima sekitar 800 aduan bansos Covid-19. Itu menunjukkan kalau politisasi bansos sangat serius dan harus ditindaklanjuti secara serius oleh negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline