Lihat ke Halaman Asli

Mengalahkan Phobia Telur dan Anak Ayam

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1354404096967279782

Kisah pengalamanku mengalahkan rasa takut  berlebihan  atau  Phobia  Telur dan Anak Ayam ini bukanlah teori tetapi berdasar pengalaman nyata apa yang pernah terjadi padaku. Phobia adalah rasa takut yang  menimbulkan reaksi berlebihan terhadap suatu benda, situasi, atau keadaan dimana bagi orang lain merupakan suatu hal yang wajar dan  tidak membahayakan diri seseorang. Kisah  mengalahkan phobia ini kutuliskan untuk membantu seorang teman yang saat ini mengalami phobia kancing baju, sehingga ia tidak pernah lagi mengenakan pakaian berkancing, ia lebih suka retlesting atau yang berupa kaos tanpa kancing. Suatu hari dia sharing pengalaman yang menurutnya menjadi penyebab timbulnya phobia tersebut.Yakni ketika menginjak puluhan kancing baju yang hanyut terbawa arus banjir, sejak itu  dia sangat ketakutan melihat kancing baju. Ketika awal kejadian traumatis  itu saya masih Sekolah Dasar kelas 5 di Sumatera Selatan. Saya terserang panyakit Malaria. Hampir setiap hari suhu tubuh tinggi. Saya hanya berobat jalan. Dirawat sendiri oleh ibu di rumah. Suatu hari ibu saya ke pasar dan beliau menitipkan saya pada seorang muridnya yang kursus menjahit di rumah. Seperti biasa saya dibuatkan telur ayam kampung setengah matang dan minum sesendok madu. Namun pada saat saya hendak makan telur itu dan membuka cangkangnya tampaklah calon anak ayam yang masih samar - samar bulunya. Dalam kondisi sakit saya histeris teriak teriak. Sebelum peristiwa tersebut saya tidak takut dengan anak ayam, karena di rumah kami memelihara anak ayam Rasa kasihan terhadap nasip anak ayam, berakibat trauma dan shock saya ternyata berkepanjangan. Sejak hari itu juga saya tidak mau makan telur, bukan hanya itu saya juga takut melihat telur  ayam dan memegangnya. Sayangnya ketika awal - awal trauma telur ayam tersebut saya tidak segera dipulihkan, mungkin karena pemikiran orangtua sederhana, ya sudah kalau takut tidak apa - apa. Dua tahun kemudian saya harus tinggal bersama salah satu keluarga ibu. Di sana mau tidak mau saya harus memegang telur ayam karena setiap pagi keponakan saya sebelum berangkat sekolah wajib makan telur sebutir dan susu segelas. Berat perjuangan saya untuk dapat menghidangkan sebutir telur ayam di atas meja. Dengan  sendok yang bertangkai saya mulai memicingkan sebelah mata dan mengambil telur itu, seluruh badan saya merinding. Lalu saya taruh dibawah kran air dan saya bersihkan, tanpa saya pegang, hanya saya guling - gulingkan diatas sabut pelan - pelan. Baru kemudian merebusnya. Keringat dingin bercucuran saat pertama melakukan ini. Kemudian saya masukkan dalam rantang untuk mengetes apakah telur mengapung atau tenggelam, jika mengapung saya yakin pasti ada calon anak ayam di dalamnya.

1354114099328693936

Ha itu saya lakukan hampir setahun Tetapi jika sedang ada orang lain saya memaksakan diri untuk memegang telur sambil menutup mata, dan mencuci tangan sebersih bersihnya. Paling menderita lagi jika harus mengupaskan telur tersebut buat sarapan pagi keponakan saya. Keringat dingin membasahi tubuh. Waktu terus berjalan hingga suatu hari saudara ibu saya berniat untuk membuat cake dan membutuhkan banyak telur. Astaga saya harus membantunya memecahkan telur - telur mentah sebanyak dua baskom. Mual dan rasa mau muntah setiap kali memecahkan telur, sampai saya beralasan masuk angin dan sedang tidak enak badan. Saya tidak ingin oranglain tahu saya phobia telur. Tetapi lambat laun karena situasi tidak memungkinkan mengelak dari telur akhirnya saya mulai bisa memegang telur. Berikutnya, tinggal mengalahkan phobia saya terhadap anak ayam. Saya sudah sekolah perawat. Ini rentetan peristiwa telur yang berisi anak ayam. Setiap saya melihat anak ayam yang lucu saya begitu ngeri dan mau lompat ke kursi. Repotnya di rumah ibu saya pelihara ayam. Jadi jika liburan dari asrama saya sering tanya ibu ada anak ayam yang baru menetas tidak. Kalau ada saya  menunggu anak anak ayam tumbuh bulunya dan agak besar atau anak ayam diungsikan hehehe. Suatu hari ibu saya sedang pergi bersama bapak. Saya sendirian di rumah dan saat belajar, tiba tiba terdengar anak ayam mencicit - cicit. Apa  boleh buat rasa penasaran membuat saya  ingin melihatnya. Ya ampun ada anak ayam yang sedang sekarat di sebuah parit kecil, dia nyaris tenggelam. Buru - buru saya ambil gayung dan saya sambung dengan  tangkai sapu dan saya ciduk anak ayam tersebut. Anak ayam berhasil saya selamatkan dan dengan pelan - pelan saya pindah dalam handuk bekas yang hangat dan didekatkan di sisi kompor. Ah...saya lagi lagi keringat dingin bercucuran. Sampai ke toilet berkali kali karena mules dan mual. Tapi saya juga mengintip perkembangan bulunya ..oh syukurlah bulunya sudah mulai mengering. Lalu tak lama ibu dan bapak saya datang menolong anak ayam itu, Mereka bilang aku hebat. Walaupun aku sudah mulai berani tapi kadang agak ngeri juga. Pernah aku berpikir..untuk apa aku takut anak ayam, bukankah itu sangat lucu dan menggemaskan. Hingga suatu ketikia aku berulang tahun dan seorang teman mengirimkan aku kartu  ucapan selamat ulang tahun bergambar anak ayam dalam genggaman tangan disertai dengan kata kata indah. Aku bukannya bahagia dan terharu, tapi kartu itu  langsung kulemparkan kartu ucapan itu kekotak sampah. Hahahahaha.kalau ingat itu aku tertawa sendiri.. Ketika itu aku masih ada rasa belum bisa menerima gambar anak ayam dalam genggeman tangan, aku merasa seperti terbayang anak ayam yang mati dalam cangkangnya ketika aku sakit dahulu waktu SD. Seiring berjalannya waktu, aku semakin bisa mengalahkan takutku pada anak ayam dan telur. Setiap ada anak ayam menetas aku mencoba untuk mambantu ibu memberikan makanan berupa butiran jagung halus dan sesekali menyentuhnya. Akhirnya aku sekarang bisa sembuh total dari phobia anak ayam. Semoga pengalamanku sembuh dari phobia anak ayam dan telur  ini bisa membantu untuk proses penyembuhan phobia teman teman lainnya. Dan sekarang aku bisa dengan relaks berada di dekat anak ayam juga menyentuhnya. Yang penting dukungan lingkungan. Memang awalnya sangat mengerikan tapi pasti bisa. Bila ada anak kita yang phobia tetaplah melatih unntuk mencoba mengatasinya bertahap sesuai dengan jenis phobianya. Salam hangat Romana Tari ( foto ilustrasi atas ijin Arif Subagor/ Album Animal Kampretos )



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline