Rewang adalah salah satu tradisi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai salah satu cara membantu keluarga atau tetangga yang sedang mengadakan kenduri, pesta maupan perhelatan pesta adat dimana membutuhkan tenaga bantuan untuk mengurus konsumsi dan kesibukan rumah tangga lain.
Rewang disebut juga Landang ( wilayah Tuban ) diartikan sebagai cara membantu menyumbangkan tenaga bagi tetangga untuk urusan memasak dan menyiapkan pesta adat atau jamuan makan pernikahan. Sedangkan menurut masyarakat dari daerah Maumere mereka yang biasa membantu masak memasak pada perhelatan pesta adat menyebutnya dengan lakang perang hering, artinya memasak dengan heboh dan meriah beramai ramai. Pada saat saya mengunjungi Wonosari Gunung Kidul saya melihat masih ada tradisi turun temurun berupa rewang ini. Meskipun kegiatan rewang ini sebuah bentuk atau cerminan tradisi gotong royong tetapi di kota besar kita semakin jarang mendapatkan kebiasaan rewang yang masih dipertahankan. Kemungkinan berkaitan dengan kesibukan dan efisiensi waktu dan tenaga. Di masyarakat modern terutama kota besar kegiatan pesta lebih banyak dikelola oleh usaha catering.
Beberapa hal menarik dari rewang ini adalah, dibentuk panitia untuk pemimpin dapur yang menjadi tangan kanan tuan rumah dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan jamuan makan selama pesta berlangsung. Kira - kira satu bulan sebelum pesta pemilik rumah menghubungi tetangga yang bisa dipercaya dan terbiasa pengalaman mengelola perjamuan pesta. Lalu pemimpin juru masak membentuk panitia kecil yang mempunyai tanggung jawab berbeda beda. Sebagai contoh untuk urusan menyediakan minuman teh dan kopi, memasak nasi, mencuci piring serta perabotan, menyiapkan air dan kayubakar dikerjakan para bapak. Sedangkan para ibu memasak,belanja ke pasar dan sebagainya.
Karena di desa maka persiapan kayubakar untuk tungku api sudah disiapkan jauh - jauh hari sebelumnya. Mereka membuat tenda khusus yang berfungsi sebagai dapur umum. Satu dua hari sebelum pesta, tetangga terutama kaum ibu sudah berdatangan untuk membantu mempersiapkan belanja sayur mayur . Mereka dari rumah masing - masing ,membawa pisau, serbet, panci, wajan dan beberapa alat masak yang dibutuhkan. Pada beberapa daerah para tenaga rewang juga memberi / menyumbang bahan masakan berupa beras , ayam, telur dan gula.
Pada saat pelaksanaan memasak secara otomatis kendali di dapur atau di tenda masak dipegang oleh pemimpin juru masak. Ada semacam kesepakatan atau tatakrama tidak tertulis bahwa anggota keluarga, sanak saudara dan tuan rumah penyelenggara pesta tidak diperkenankan menengok - atau keluar masuk tempat mereka memasak. Secara sosial diartikan bahwa dengan sering munculnya anggota keluarga atau penyelenggara pesta ke tempat mereka memasak berarti mengurangi kepercayaan pada tanggung jawab pemimpin juru masak dan para tetangga yang sedang rewang. Ketidakpercayaan ini akan menimbulkan kesalahpahaman. Lalu jika ada anggota keluarga penyelenggara pesta membutuhkan menu makanan mereka akan mengutus seseorang sebagai penghubung yang akan mengantar makanan kepada tuan rumah. Sehingga bisa terjadi sampai dengan perhelatan pesta usai . tuan rumah sebagai penyelenggara sama sekali tidak masuk ke dapur.
Sedangkan bagi tetangga yang rewang akan seharian penuh berada di rumah pemilik pesta bahkan kadang mereka hanya pulang malam dan esok pagi kembali lagi. Sebagai contoh salah satu perewang selama tiga hari mereka masak di rumah penyelenggara pesta . Maka tiap peserta rewang akan mendapat kiriman makanan beserta lauk pauknya bagi anggota keluarga yang ditinggal selama rewang. Inilah pengalaman saya ketika menyaksikan tradisi rewang ini. Mereka bekerja dengan sukarela. Memberi bantuan tanpa memperhitungkan waktu dan tenaga. Sayang tradisi rewang ini perlahan mulai ditinggalkan karena di desa sekarang juga sudah banyak usaha catering yang merambah pelosok desa.
Semoga akan terus kita nikmati senda gurau para perewang, bau khas asap kayubakar dalam tungku, guyup dan hangatnya persaudaraan di desa, sajian dengan gaya "piring terbang" ( makanan yang lengkap dengan lauk pauk dibagi dalam piring - piring dan diedarkan melalui baki satu persatu) ke undangan tamu yang hadir tanpa meja prasmanan. Petugas yang membagikan makan ini biasanya adalah anggota karang taruna desa. Lalu setelah pesta usai mereka memasak bubur sumsum yang terbuat dari tepung beras halus dan diberi kuah gula merah untuk penghilang lelah.
( Foto Dok. Pribadi BCRT/2012)
Mungkin kelak secara perlahan jika tradisi itu mulai memudar, paling kurang kita pernah mencoba berbagi dan menuliskannya disini sebagai kenangan tentang tradisi Rewang di desa. Jika kita pernah tingggal di desa pasti pernah punya pengalaman rewang. Silahkan share pengalaman yang pasti akan memperkaya wawasan tentang tradisi masyarakat kita. Salam cinta budaya dan tradisi. Bidan Romana Tari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H