[caption id="attachment_168342" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi Admin/Dinas Perhubungan Kota Depok memberikan seragam kepada sopir angkutan umum di Depok, Jumat (30/12/2011). (Fabian Januarius Kuwado)"][/caption] Hari ini saya ke Hi tech Mall Surabaya. Seperti biasa naik angkot adalah ciri khas saya. Teman - teman sering tertawa melihat saya. Mengapa? sebenarnya ada sepeda motor tapi repotnya saya ini tidak bisa belok kanan dengan baik. Setiap ada tikungan saya gugup. Tetapi kalau jalan lurus jangan tanya berapa kecepatan yang saya berani. Syukurlah saya sempat punya SIM sebelum kecelakaan. Ada sesuatu yang menarik saat saya naik angkot, di bagian depan ada seorang ibu hamil dan anaknya kira - kira berusia sekitar 5 tahun. Istrinya hamil kira - kira 7 bulan. Dasar mata bu bidan tidak bisa lepas dari area perut. Melihat cara berbincang mereka, saya yakin perempuan di sisinya bukanlah penumpang, tetapi istri dan anaknya. Kemudian saya dengar perempuan tersebut berteriak lantang, sambil tangannya diacungkan ke luar jendela angkot. "TP...THR.." Tak lama kemudian ibu hamil itu turun di depan balai pemuda dan sang anak mengulurkan tangan pada ayahnya supir angkot itu untuk minta "sangu". Selembar uang lima ribuan diberikan pada anaknya dengan pesan, " Jangan lama- lama ya nak, kasihan ibumu nanti capek" kata supir tersebut. Anaknya mengangguk dan menerima sangunya dengan wajah berseri- seri. Ibu dan anak itu bergandengan menuju Balai Pemuda. Saya tertegun dan sekaligus trenyuh dengan keadaan si ibu hamil itu. Dasternya tidak seberapa baik untuk seorang ibu hamil, karena tampaknya bahan yang tidak menyerap keringat dan tipis. Belum lagi tangannya tampak lepuhan kecil- kecil bekas garukan gatal - gatal, mungkin karena alergi dan perubahan hormon kehamilan. Sesaat setelah ibu dan anak turun, saya yang duduk dibelakang supir tersebut menyapa' " Putranya tadi pak?" "Iya bu, anak pertama, itu tadi istri saya hamil anak kami kedua. Sejak kemarin anak saya ingin nonton pertunjukan Reog Ponorogo di Balai Pemuda" jawabnya panjang lebar. Oh...sederhana sekali keinginanmu nak, sesederhana daster ibumu, dan sangu dari ayahmu yang hanya lima ribu rupiah. " Nanti dijemput lagi ya pak?" tanyaku penasaran. " Iya bu, setelah saya mutar satu kali sekalian jemput sambil balik ke terminal, kadang mereka setiap hari minggu ikut saya keliling" jawab bapak tadi. Hmm...luarbiasa. Saya jadi terharu dan berpikir, orang - orang seperti ini masih punya kesempatan untuk membahagiakan anaknya dalam keterbatasan kondisi keuangan dan waktu, sembari berjuang mencari nafkah menghidupi anak dan istri. Terimakasih pak Supir, anda mengajarkan satu pelajaran penting buat para orangtua. Terutama orangtua yang sibuk mencari nafkah dan belum sempat memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan masa anak- anak yang sederhana namun tidak mungkin terulang. Dalam hati kecilku sempat berdoa, semoga pak supir mendapat banyak rejeki dan si ibu yang sedang hamil bayinya diberi kesehatan dan keselamatan kendati berkontak dengan karbon dioksida selama perjalanan dan duduk cukup lama dalam angkot. Allah menolong mereka, amin. Sedikit catatan perjalanan ketika menyaksikan supir angkot berakhir pekan bersama keluarga. Salam hangat Bidan Romana Tari ( TP : Tunjungan Plaza, THR : Taman Hiburan Rakyat )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H