Suasana pasar desa itu sudah sepi. Winda berkemas menyusun buah - buahan segar dagangannya. Ia ingin segera bertemu Wahyu. Tetapi sudah hampir sejam dia menunggu jemputan. Wahyu tunangannya itu belum terlihat juga. Ia memutuskan naik ojek, tidak ke rumahnya tapi langsung ke rumah Wahyu.
"Wahyu ke mana bu? kok tidak menjemput saya di pasar tadi?" tanya Winda pada bu Kasmi.
"Ke rumah budenya mendadak Win, dia mau menyelesaikan urusan keluarga" jawab bu Kasmi.
"Penting banget toh bu, kok tumben saya tidak diberitahu" kata Winda lagi.
Bu Kasmi tidak menyahut, tangannya sibuk membersihkan batang lidi kelapa untuk membuat sapu. Sebenarnya ia sudah sekian kali mau mengatakan sesuatu pada Winda tapi mulutnya seolah terkunci. Wahyu banyak berubah sejak bu Kasmi memberi tahu rahasia itu pada Wahyu.
Sebenarnya Wahyu mempunyai saudara kembar. Perempuan kembarannya itu bernama Titis. Sejak bayi Titis diambil oleh budenya yang berada di desa lain dan diangkat anak. Mereka memang sengaja dipisahkan. Terlebih tak lama dari kelahiran mereka berdua, ayah Wahyu meninggal saat berburu di hutan.
Sore harinya.
" Bu, Winda tadi mencariku?" tanya Wahyu.
" Iya, kamu seharusnya pamit sama calon istrimu itu kalau tidak bisa menjemputnya ke pasar" kata bu Kasmi.
"Bu, aku mungkin tidak akan menemui Winda dulu sampai urusanku selesai, ada yang harus kubicarakan pada Titis" jawab Wahyu dengan wajah sedih.
Wahyu tampak tidak semangat untuk menghabiskan makanan di meja. Padahal bu Kasmi memasak sayur oseng daun pakis kesukaannya. Pikirannya hanya tertambat pada Titis. Hampir gila rasanya semenit saja tanpa membayangkan wajah Titis. Dia tidak ingin Ibunya tahu apa yang ia rasakan. Biarlah ia akan mencoba menyelesaikan sendiri.