Sebimbing Sehaluan.Pepatah ini yang menghadirkan kenangan saya tentang tradisi Ningkuk dan Sebambangan. Saya lahir dan dibesarkan di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di Ogan Komering Ulu Timur, wilayah Buay madang. Ada banyak ragam tradisi dan budaya yang menarik dari tiap -tiap suku Ogan Komering. Suku Ogan Komering terdiri dari banyak marga antara lain Buay Madang, marga Pangku Sengkunyit, marga Semendawai, marga Buay Rayap dan sebagainya. Gebyar Valentine kemarin mengingatkan saya tentang salah satu tradisi di daerah Ogan Komering Ulu ( OKU ) yakni tradisi lama yang barangkali sekarang sudah mulai pudar. Yakni tradisi Ningkuk dikalangan pemuda dan pemudi. Ningkuk ini merupakan salah satu acara pertemuan pemuda pemudi sahabat kedua calon mempelai yang akan naik ke pelaminan dan sarana untuk menyampaikan ungkapan cinta maupun perasaan sayang diantara pemuda dan pemudi Ogan Komering Ulu. Sebagai keturunan jawa, saya sangat akrab berteman dengan anak- anak suku komering asli, sahabat saya ketika itu antara lain Rohini dan Rohida. Rohini dan Rohida ini sering mengajak saya melihat acara Ningkukan. Kala itu kami masih belum remaja jadi tidak diijinkan mengikuti tradisi ini. Pada suatu ketika saat saya beranjak remaja dan kebetulan sedang liburan, kami mendapat undangan untuk datang Ningkukan di rumah salah satu tetangga. Undangan itu sebenarnya untuk adik laki- laki saya yang sudah diangkat anak oleh Cek Masto, salah satu keluarga suku asli Komering lewat tradisi damai secara adat karena kecelakaan tabrakan sepeda motor. Saat itulah saya mengikuti yang namanya tradisi Ningkuk ini. Di satu lokasi yang disediakan terdapat sekelompok pemuda berhadapan dengan sekelompok pemudi. Lalu ada semacam acara saling kirim surat atau pantun. Sambil mengisi waktu, beredar selendang diiringi tarian dan nyanyian. Pada saat musik atau nyanyian berhenti selendang yang diedarkan ikut berhenti, dan ada semacam hukuman menari bersama bagi yang saat itu memegang selendang. Banyak dari teman - teman saya mendapatkan pasangan atau kekasih dari tradisi Ningkuk ini. Tak terkecuali Rohini dan Rohida. Maka tak heran tradisi Ningkuk ini di era saya tahun 1970-1980-an masih sangat digemari para pemuda dan pemudi. Biasanya tradisi Ningkuk ini dilaksanakan sebelum esoknya diadakan upacara Pernikahan adat Ogan Komering Ulu. Nah selanjutnya adalah tradisi Sebambangan. Tradisi Sebambangan ini sangat unik. Ada yang menyebutnya sebagai kawin lari, namun sebenarnya istilah ini kurang tepat. Pada dasarnya jika sudah terjadi sebambangan ini, orangtua merestui. Kendati ada sedikit hambatan biasanya adalah soal hubungan kekerabatan, atau soal usia dan kesiapan sepasang kekasih untuk hidup berkeluarga. Sepasang pemuda dan pemudi yang bertemu pandang dan saling jatuh cinta saat tradisi Ningkuk, bila berlanjut dan saling cocok lalu menjalin asmara. Nah Sebambangan adalah kelanjutan dari jalinan cinta kedua sejoli yang ingin segera menikah. Teman saya bernama Rohini juga melakukan Sebambangan ini sebelum menikah. Ketika itu saya dengar Rohini Sebambangan bersama pemuda yang dicintainya. Mereka sengaja melarikan diri ke rumah salah satu kerabat yang dianggap tua secara adat. Pemuda yang mengajak Rohini Sebambangan ini meninggalkan secarik surat dan uang yang ditemukan di saku baju ayah Rohini. Rumah Rohini berada di depan rumah kami. Tak dapat dihindarkan lagi kegaduhan karena kehilangan Rohini. Bahkan ibu Rohini sampai menangis. Namun sebenarnya keluarga sudah memaklumi bahwa Rohini dibawa kekasihnya Sebambangan. Beberapa hari kemudian datang utusan dari pihak keluarga si pemuda dan melamar Rohini. Itulah sekelumit kisah pengalaman saya tentang Tradisi Ningkuk dan Sebambangan di Ogan Komering Ulu. Menarik sekali. Oya sekilas tentang Ningkuk dan Sebambangan dari salah satu sumber tentang tradisi Ningkuk, bahwa untuk perempuan ditempatkan di ruang yang disebut haluan dan untuk yang laki - laki ditempatkan di kakudan. Untuk tradisi Sebambangan ini sebenarnya ada beberapa peraturan namun tiap suku berbeda- beda. Pada umumnya Sebambangan dilakukan oleh kedua pasangan yang saling mencintai dan mohon restu kedua orangtua. Bila ada yang menyalahi peraturan adat dalam ketentuan Sebambangan ini maka akan dikenakan denda adat. Menarik bahwa sebenarnya kedua orangtua si pemudi sudah tahu harus menuju kemana mencarinya tetapi secara adat mereka seolah seperti tidak tahu, dan harus mengadakan rundingan keluarga. Pada saat menunggu ini pihak keluarga pemuda akan datang dan terjadilah kesepakatan - kesepakatan sehubungan dengan rencana pernikahan. Daerah Lampung dan termasuk Ogan Komering Ulu maupun Ogan Komering Ilir pada jaman saya remaja masih akrab dengan tradisi ini, seiring dengan kemajuan jaman dan tingkat pendidikan maka tradisi Ningkuk dan Sebambangan mulai ditinggalkan. Terlebih lagi adanya perkawinan antar suku pendatang misalnya dari pulau Jawa, proses asimilasi ini sedikit demi sedikit menimbulkan kurangnya perhatian pada tradisi asli suku Ogan Komering Ulu. Padahal tradisi ini Ningkuk dan Sebambangan unik sekali. Bisa dikatakan ini semacam Valentine tempoe doeloe. Andaikata bisa diabadikan menjadi semacam drama atau sendratari...saya yakin tak akan kalah menarik dengan kisah cinta Rama dan Sinta atau mungkin Romeo dan Juliet. Ijinkan bidan sedikit berpantun, pengobat rindu kampung halaman; Sungai ogan di Komering Timur Bendungan Perjaya tempat berekreasi Mari pertahankan warisan budaya leluhur Dengan sebagai kekayaan seni tradisi Salam cinta Budaya Indonesia Bidan Romana Tari Foto diunduh dari : karimsh.multiply.com Saran bacaan seputar budaya:
http://sosbud.kompasiana.com/2012/01/24/generasi-ngadha-pertahankan-budaya-leluhur-di-tanah-rantau/
http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/16/mirror-titisan-arwah-penari-gandrung-banyuwangi/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H