Lihat ke Halaman Asli

Bidadari Jelly Luciana

Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Kesiapan De Djawatan Menyambut Hari Baru di Masa Pandemi

Diperbarui: 19 November 2021   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Pandemi membuat semua tempat wisata di Banyuwangi tutup secara terpaksa tahun lalu. Namun, keadaan yang mengekang setiap pelaku usaha wisata ini tidak melucuti semangat mereka untuk membuka kembali tempat wisata saat keadaan semakin membaik, seperti hari ini. Sempat diberlakukan lockdown besar-besaran, Banyuwangi sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur, kini sudah memberikan izin kembali kepada para pelaku usaha pariwisata untuk membuka lagi usahanya dengan syarat tetap menerapkan protokol kesehatan. Lalu, apakah De Djawatan saat ini sudah siap dan menerapkan protokol kesehatan yang ada? 

De Djawatan berlokasi di dekat persimpangan lampu merah Benculuk, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Dulunya, wisata alam ini merupakan kawasan hutan lindung milik Perhutani KPH Banyuwangi Selatan yang pada masa kolonial pernah dijadikan sebagai TPK (Tempat Penimbunan Kayu) dari hasil hutan milik Perhutani di area Banyuwangi Selatan. 

Reformasi De Djawatan sebagai tempat wisata alam didukung misi Kabupaten Banyuwangi dalam mengembangkan wisata alamnya. Semenjak itu, De Djawatan mendapat perhatian lebih dari pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata baru di wilayah Banyuwangi Selatan. Semenjak itu, Djawatan nampak lebih bersih, asri, dan menarik dengan disusul pembangunan fasilitas-fasilitas pendukungnya. Saat ini, sudah terdapat fasilitas umum yang cukup lengkap, seperti toilet, tempat ibadah, dan area parkir untuk pengunjung.

Dok. Pribadi

Berwisata alam ke De Djawatan sangatlah mudah. Para pengunjung bisa dengan mudah sampai ke sini dengan menggunakan Jalan Raya Jember-Banyuwangi, yang merupakan salah satu jalan raya utama di kabupaten ini. Para pengunjung yang baru berkunjung kemari pastinya akan kaget karena suasana di De Djawatan sangat bertolak belakang dengan keadaan kesibukan Desa Benculuknya. 

Suasana di wisata alam ini sangatlah asri dan didominasi oleh nuansa tropis seperti selayaknya hutan tropis. Yang membuat saya takjub saat berkunjung ke sini adalah ada juga selain saya yang melakukan interview dan vlogging di wisata alam ini. Hal ini membuat saya sadar bahwa ketertarikan para pengunjung terhadap De Djawatan bukan hanya tentang keindahannya tetapi juga sejarah dan kondisi sosialnya. 

Selain itu, pengelola tempat wisata juga mengizinkan warga sekitar untuk membuka kedai dan stan di lokasi wisata. Tidak hanya makanan mereka juga membuka spot atau arena melukis untuk anak-anak. Sebagai tambahan, harga makanan dan minuman di caf-cafnya cukup ekonomis untuk wisata alam sekeren ini yang tidak hanya go nasional tetapi juga go-internasional.

Dok. Pribadi

Di samping itu, De Djawatan sangat cocok menjadi destinasi wisata untuk tempat kumpul bersama keluarga, kerja kelompok, dan hang out bersama teman. Saat saya di sini, saya menjumpai banyak sekali keluarga yang berkumpul, berpiknik, berfoto bersama, menikmati waktu bersama anak-anaknya, dan saling bercanda ria. Di sini pun saya juga menjumpai sepasang suami istri yang sedang melakukan pekerjaannya di caf tengah. 

Para pengunjung pun sangat jarang yang berkunjung sendirian seperti saya, kebanyakan bersama rombongan atau kawanan dan beberapanya datang berdua bersama kekasih atau teman. Dengan merasakan suasananya langsung, saya sangat yakin sebenarnya De Djawatan ini sangat berpotensi juga untuk menjadi area perkemahan bagi pelajar atau kalangan umum karena suasananya dan tempatnya sangat cocok untuk ini. Di tambah juga, tiket masuk yang sangat murah, hanya Rp.8.000,- untuk masuk dan harga parkir seikhlasnya (berdasarkan survei tanggal 20 Agustus 2021).

Dok. Pribadi

Segala kelebihan tak luput dengan kekurangan juga bagi wisata alam. Saat berwisata kemari, terdapat beberapa hal yang saya sayangkan dan saya harap dapat diperbaiki oleh pengelola dan menjadi perhatian wisatawannya. Pertama, saya melihat perawatan kuda yang biasanya digunakan untuk delman atau biasa disebut andong diparkirkan di dekat bara api. Walaupun mata Kudanya ditutup, tetapi bagi saya ini bukan merupakan perawatan yang bagus. Padahal, kuda juga merupakan investasi yang berharga dalam pengelolaan tempat wisata ini. 

Dok. Pribadi

Kedua, rumah pohon yang bagi saya sangat berbahaya dan tidak memenuhi standar keselamatan. Rumah pohon ini dibangun dengan kayu-kayu yang sedikit sudah berlumut, renggang, dan masih satu lapis saja untuk lantai di atas. Yang lebih berbahaya adalah, tangga yang sangat menanjak dan sudutnya sangat kecil sehingga sangat membahayakan para pengunjung.

Dok. Pribadi

Ketiga, pengelolaan sampah yang kurang dan penempatan tempat sampah yang tidak strategis sehingga sangat mengganggu pemandangan indah dari wisata alam itu sendiri. Saya juga berharap pengelola bisa menambahkan kotak sampah yang sudah dipilah menurut jenisnya sehingga bisa dikelola lebih baik. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline