Selasa (23/2) kemarin Kota Semarang banjir lagi. Beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah banjir juga masih melanda. Layaknya yang terjadi di Jakarta, ketika intensitas hujan ekstrem mengakibatkan banjir, instrospeksi antar warga seolah jadi hal mubazir dan memilih pimpinan daerahnya untuk dicibir. Tapi beda antara kepala daerah di Jakarta dan di Jawa Tengah, jika yang satu memilih menyalahkan pimpinan daerah lain, di Jawa Tengah kepala daerahnya justru "ndadani" atau pasang badan bahwa dirinya lah yang bersalah.
Sikap itu ditunjukkan Ganjar Pranowo ketika menjawab tweet dari netizen yang mencoba menyalahkan Walikota Semarang. "padahal kalu mau pak @ganjarpranowo bisa menyalahkan walikota lalu salahkan air kiriman Ungaran Hahahahaha." Demikian cuitan dari akun @aditya180204. Maklum, sistem pemerintahan di Jakarta dan daerah lain, termasuk Jawa Tengah memang berbeda.
Jika Jakarta seorang gubernur bisa langsung melakukan eksekusi ketika terjadi persoalan, tapi di Jawa Tengah seorang gubernur mesti koordinasi dengan walikota atau bupati. Untuk itulah ketika banjir melanda di Jawa Tengah, netizen juga ramai memention akun walikota dan bupati sebagai eksekutor utama. Selain tentu juga memention ke akun medsos Ganjar Pranowo.
Meski sistem yang dihadapi seperti, Ganjar tidak lantas berpangku tangan atau ongkang-ongkang. Karena dalam penanganan masalah, termasuk banjir, memerlukan koordinasi antar instansi dan lembaga, bisa saja Ganjar lepas tangan dan tinggal menyuruh dinas untuk ngurus itu semua. Tapi Ganjar memilih sikap sebagai dirigen yang mengorkestrasi semua pihak agar persoalan terselesaikan.
Dengan memegang peran dirigen itu, Ganjar pun sadar konsekuensi. Semua mata, semua jari akan tertuju dan menuding dirinya. Bahkan ketika ada mata dan jari yang hendak memuji dirinya sambil menyalahkan yang lain, Ganjar mengelak. Bahwa dirinya yang memegang penuh risiko bencana yang dihadapi warganya. Istilah jawanya, Ganjar milih ndadani atau pasang badan agar siapapun yang sedang bekerja dalam orkestrasi itu merasa aman dan nyaman. Akhirnya lewat tweet singkatnya, Ganjar mengungkapkan "Saya yg salah. Yg lain sudah bekerja dg baik." Kata Ganjar. Ungkapan itu juga sekaligus membungkam buzzer-buzzer yang gemar mencari kabing hitam atas bencana yang melanda.
Lantas, apakah sikap Ganjar itu bisa dianggap tepat sebagai seorang pemimpin? Orang Jawa mengatakan, pengarep iku kudu siap keno pulute lan ora ngarep legi nangkane. Pemimpin itu mesti siap terkena getah tanpa pernah mengharap manis di lidah. Artinya, pemimpin itu mesti siap menanggung ketika rakyat sakit dan siap dilupakan saat semua dirundung kebahagiaan.
Dan Ganjar tengah meniti laku itu. Kita sebagai warga hanya bisa menghaturkan doa semoga gubernur ganteng dengan rambut yang sudah putih itu selalu diberi kekuatan. Kekuatan berpihak pada kebaikan dan kekuatan menindak penyelewengan dan kesewenang-wenangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H