Lihat ke Halaman Asli

Bibit Sukma

Mahasiswa

Pernikahan Dini sebagai Upaya Menutup Aib?

Diperbarui: 3 Juni 2023   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Pendahuluan. Judul skripsi "Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Perikahan Dini Di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa" yang ditulis oleh Ririn Anggreany dengan prodi Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan jurusan Peradilan pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Pendahuluan dalam skipsi tersebut menjelaskan bagaimana definisi Pernikahan dalam arti luas dan pernikahan yang menurut hukum Islam dan undang-undang maupun KHI, bahwasanya usia batas minimal untuk menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan dengan tujuan kemaslahatan agar diharapkan sudah memilki kematangan dalam berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai. Selain itu juga menghindari adanya kemungkinan keretakan  rumah tangga yang berakhir dengan perceraian. Di tengah-tengah masyarakat terdapat perbedaan pandangan yang memunculkan argumen pro dan kontra. Ada sebagian masyarakat yang memandang bahwa pernikahan usia dini adalah hal yang sah, karena belum ada kekhawatiran signifikan yang timbul sebagai akibat dari pernikahan tersebut. Sementara itu, penolakan terhadap pernikahan usia dini dianggap sebagai penolakan terhadap nilai agama atau alasan lainnya.

Alasan Saya Memilih Judul Skripsi Ini adalah karena pembahasan dalam skripsi ini terdapat pandangan masyarakat yang berbeda dalam menanggapi pernikahan dini, padahal pernikahan dini harus dicegah sebab banyak permasalahan yang akan dihadapi yang akan berujung pada perceraian sehingga membuat saya tertarik untuk mereview skripsi ini. Zaman milenium kian pesat dengan meningkatnya teknologi yang memberikan manfaat tambahan untuk mendapatkan seluruh informasi. Hal ini bahkan memengaruhi pola hidup individu, terutama di kalangan remaja. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada titik ini remaja harus belajar bertanggung jawab, sebagai pribadi yang mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Namun, dengan modernisasi era modern ini, remaja lebih mudah mengakses segala informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang melanggar hukum. Dilihat dari dampak pergaulan bebas, misalnya berpacaran. Saling suka dengan beda gender itu adalah hal wajar bagi manusia, akan tetapi ada fenomena dimana berpacaran sampai ke hal intim bahkan sampai berhubungan badan yang seharusnya tidak pantas bagi remaja yang usia belasan tahun melakukan hal tersebut bahkan sampai hamil dan melahirkan.

Hasil Review Skripsi. Perkawinan usia muda (perkawinan di bawah umur) sudah menjadi hal umum di kalangan remaja masa kini. Ada banyak alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda. Dalam banyak pandangan yang diutarakan oleh informan, penulis berpendapat bahwa setiap individu yang ingin menikah harus memenuhi syarat-syarat kesanggupan. Dalam rangka itu, penulis mengajukan beberapa pertanyaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan usia muda. Beberapa pandangan berpendapat bahwa salah satu faktor yang memicu perkawinan usia muda adalah pergaulan bebas. "Hamzah (Tokoh Masyarakat): Perkawinan yang pantas harus didasarkan pada kemampuan dan kelayakan untuk menjalankan pernikahan dengan baik, seperti dianggap sudah cukup dewasa, memiliki kecukupan ekonomi, siap secara fisik dan mental, serta memiliki keinginan dan kemampuan untuk menanggung tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga." "Ismail (Tokoh Masyarakat): Mempertimbangkan pergaulan anak-anak, terlihat sangat mengkhawatirkan karena mereka tampaknya tidak lagi menghargai rasa malu dan bebas melakukan aktivitas bersama di mana saja. Meskipun orang tua telah mengingatkan mereka berkali-kali, perilaku mereka semakin buruk. Banyak anak-anak masa kini bahkan mengalami kehamilan sebelum menyelesaikan sekolah. Oleh karena itu, pernikahan dianggap sebagai solusi untuk menyembunyikan aib dari keluarga. Lalu dampak yang diakibatkan adanya pernikahan dini, dari segi posistif diantaranya:

  • Dukungan emosional. Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan.
  • Dukungan keuangan. Menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih hemat.
  • Kebebasan yang lebih. Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional.
  • Belajar memikul tanggung jawab di usia dini.
  • Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain

Namun tidak sedikit yang memberikan penjelasan tentang dampak negatif yang dialami jika melakukan pernikahan dini. Yaitu:

  • Dampak terhadap suami istri. Apabila tidak bisa memenuhi kewajiban dan hak karena belum siap dalam fisik maupun mental.
  • Dampak terhadap anak-anaknya.
  • Dampak terhadap masing-masing keluarga.

Lalu faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini, antara lain:

  • Ekonomi.
  • Kemauan sendiri.
  • Pendidikan.
  • Orang tua.
  • Hamil diluar nikah.

Rencana Skripsi. Usai membaca tesis mengenai pernikahan dini, saya merasa tertarik untuk merencanakan tesis yang sama karena masalah ini masih krusial di daerah saya. Praktik menikah dini masih terjadi, sehingga saya ingin mengangkat topik ini untuk membantu memperluas wawasan masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline