Lihat ke Halaman Asli

Inspirasi Dari Bu Risma Untuk Lulusan SMA/SMK/MAN

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hampir semua apa yang disampaikan oleh Ibu Risma pada Mounthly Discussion 2014 di Gedung Kompas Surabaya sudah pernah di ekspos baik oleh media cetak maupun media online. Bukan diartikan tidak ada yang menarik,salah besar itu. Walaupun esensinya sama, apa yang yang telah saya baca dan apa yang telah saya dengar langsung sangat dan sangat berbeda rasanya. Perasaan nyesek saat mendengar cerita Bu Risma tak akan dijumpai saat saya membaca dengan cerita yang sama. Pun rasa haru yang menyesakkan dada, trenyuh berkaca-kaca, gembira sampai terbahak-bahak hanya saya alami di diskusi ini padahal semua sudah pernah saya baca. Sungguh berkebalikan ketika saya membaca novel dan melihatnya saat di filmkan. Mulai novel Ronggeng Dukuh Paruk yangberganti judul “Penari” versi layar lebar, Hunger Games, The Hobbit, The Lord of The Rings sudah saya baca semuanya namun saat di filmkan saya harus kecewa karena tak sesuai ekspektasi saya saat membacanya. Sulit menjelaskan kok bisa dua pengalaman sama tapi rasanya berbeda. Entahlah.

Tapi bukan tentang Bu Risma secara visual yang saya tulis bukan pula tentang aura Bu Risma, bisa panjang kalau saya menulis aura beliau. Saya tertarik sekali saat beliau menceritakan betapa susahnya mencari sarjana teknik sipil di lingkup Surabaya dan yang membuat saya ternganga, di Surabaya lebih banyak Sarjana Pertanian dibanding Sarjana Teknik. “Ini Surabaya lho...” kata beliau. Seakan menyadarkan saya bahwa Surabaya adalah Dataran Rendah, dekat pantai yang orang awam-pun tahu kalau lahan pertanian di Surabaya hanya sepersekian saja dari seluruh lahan. Memang tidak ada korelasi antara lahan pertanian yang sedikit dengan Sarjana Pertanian yang banyak karena Sarjana bukan tenaga madya apalagi tenaga kasar tapi tenaga ahli. Tetapi meminjam istilah di Kurikulum 2013 ada kearifan lokal yang harus di tonjolkan, maka selayaknyalah calon-calon sarjana mulai berfikir tentang ke arifan lokal terkecuali kalau para calon Sarjana mempunyai tujuan jangka panjang misalnya mengabdi di tempat yang di butuhkan di wilayah NKRI.

Ada banyak alasan mengapa calon sarjana tidak begitu faham tentang apa yang di butuhkan oleh instansi atau perusahaan tempat mereka berdomisili. Yang paling konyol tentu alasan dari pada nganggur. Kalau alasannya demikian orang Jawa bilang : Cuthel. Kalau di Indonesiakan mungkin: ”capek deh..” maka yang terjadi adalah over populasi dimana sarjana-sarjana tersebut tidak lagi dibutuhkan sesuai kompetensinya. Dan hukum ekonomipun berlaku manakala persediaan Sarjana melimpah sementara permintaan tidak sesuai kebutuhan maka sale up to 50% terjadi. Para Sarjana menurunkan gradenya menjadi apa saja yang penting halal. Sungguh di luar keinginan mereka.

Bu Risma memang tak menyinggung apa yang saya tulis ini tapi saya berharap ini adalah inspirasi awal bagi siswa-siawa SMA/SMK/MAN untuk lebih berfikir realistis - rasional dengan mempertimbangkan apa yang di butuhkan di masing-masing daerah. Memilih jurusan di Universitas memang semudah menjentikkan jari tapi bila kompetensi yang di dapat tidak sesuai yang dibutuhkan, serasa bodoh pelan-pelan karena keahlian yang tidak tersalurkan akan menumpulkan semua ketajaman kita.

Akhirnya, Jika sampean pendidik seperti saya sempatkanlah untuk membimbing mereka perihal jurusan-jurusan yang ada di PTS/PTN karena sama seperti manusia, jurusan-jurusan di Universitas pun ada yang sehat, sakit, sakit- sakitan sampai yang sekarat.

Salam kenal dari Madiun untuk peserta MODIS bareng Bu Risma





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline