Bagi kalian yang tinggal di daerah Kota Bogor pasti tidak semuanya pernah singgah ke wilayah Kecamatan Jasinga di sebelah selatan Kota Bogor. Jasinga merupakan sebuah kecamatan terluar di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Wilayah ini berbatasan langsung dengan provinsi Banten. Untuk bisa ke Jasinga dapat melalui Kota Bogor yang berjarak sekitar 55 km dari pusat kota, jika dari Jakarta dapat melalui jalur Tangerang-Tigaraksa-Tenjo dengan jarak sekitar 100 km.
Wilayah dengan luas 14.280,16 hektar dan terdiri atas 16 desa ini meskipun merupakan bagian dari Kabupaten Bogor namun memiliki posisi yang cenderung lebih dekat ke Kabupaten Lebak, Banten.
Dengan lokasi yang cukup strategis ini kecamatan Jasinga memiliki hubungan sejarah yang dekat dengan Kesultanan Banten. Dengan letak yang cukup jauh dari pusat Kota Bogor, namun wilayah Jasinga memiliki kekayaan budaya tersendiri yang saat ini gencar dilakukan oleh komunitas di Jasinga, salah satunya adalah Kalakay Jasinga.
Kalakay Jasinga merupakan sebuah perkumpulan yang didirikan oleh Bapak Wawan Kurniawan bersama dengan beberapa orang temannya.
Pada awalnya perkumpulan ini hanya sekadar untuk berdiskusi, terbentuk karena rasa penasaran terhadap apa yang ada di wilayah mereka hingga berujung dengan mencari tahu mengenai sejarah dari wilayah Kecamatan Jasinga, "pertamanya ngobrolin tentang ada apa sih di jasinga yang menarik gitu ya, kayanya yang menarik itu apa gitu, budaya apa yang hilang, kami sebenarnya hanya mencari yang tidak ada gitu hahaha... yang hilang, yang unik, seperti bagaimana sih terbentuknya jasinga gitu" ucap Pak Wawan selaku salah satu pendiri Kalakay Jasinga.
Berawal dari diskusi tersebut Pak Wawan dengan Kalakay Jasinga mencari tahu mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan wilayah Jasinga. Rasa penasaran terhadap sejarah Jasinga tersebut membawa Kalakay Jasinga untuk obseervasi ke tiap-tiap desa, "Seperti kalau ada cerita lalu kita tanya apa peninggalan berdasarkan cerita itu, apa hubungannya, siapa tokohnya, lalu mulai dari situ barulah Kalakay Jasinga ini napak tilas ke apa yang mereka ceritakan" ucap Pak Wawan. Menurutnya hingga saat ini belum ada cerita mengenai sejarah Jasinga yang sesuai dan disepakati oleh masyarakat Jasinga, dari berbagai cerita yang mereka dapat dicari tahu kebenarannya lalu dipilih yang paling mendekati dan paling logis.
Pada awalnya Kalakay Jasinga tidak mempelajari mengenai alat musik secara khusus, itu hanya merupakan percabangan dari mempelajari sejarah sebelumnya, hingga akhirnya mereka menemui kesenian karinding ini.
Dalam proses menemukan kesenian karinding ini membutuhkan waktu yang cukup lama terhitung sejak tahun 2003 hingga menemukan alat musik karinding ini pada tahun 2011 di wilayah Jasinga bagian utara tepatnya di desa Cikopomayak dan desa Bagoang.
Bapak Wawan merupakan orang pertama yang kembali mengangkat kesenian karinding di wilayah Jasinga, "untuk yang pertama kali mengangkat iya alhamdulillah kami di Jasinga... pada tahun 2011" ucap Pak Wawan ketika ditanya mengenai orang pertama yang kembali mengangkat kesenian ini di Jasinga.
Karinding merupakan alat musik khas pasundan yang aslinya terbuat dari pelepah aren, namun karena sulitnya dalam mencari bahan bakunya yang hanya bisa didapatkan di gunung-gunung, saat ini karinding terbuat dari bambu. Perbedaan karinding yang terbuat dari pelepah aren dan bambu adalah suara yang dihasilkan lebih nyaring jika terbuat dari bambu. Alat musik karinding ini masuk ke dalam jenis alat musik ritmis yang tidak memiliki tangga nada. Cara memainkan karinding adalah ditempel ke bibir dengan posisi bibir terbuka lalu dipukul pada bagian ujungnya yang berbentuk kotak. Fungsi dari ditempel ke bibir adalah untuk merubah nada sesuai yang diinginkan dengan mengatur ukuran rongga mulut, posisi lidah, dan pengaturan tenggorokan. Alat musik ini masuk ke dalam golongan alat perkusi karena cara memainkannya yang ditepuk dan suaranya hanya satu nada.
Berdasarkan pernyataan Pak Wawan kalau masyarakat Bandung, Tasikmalaya ada yang menggunakan karinding sebagai penangkal tolak bala dengan membaca mantra, namun ada pula yang digunakan untuk mengusir hama, kalau untuk daerah mulai dari Bogor sampai ke Banten itu digunakan untuk mengunjungi perempuan sebagai bentuk ketertarikan kepada lawan jenis.