Lihat ke Halaman Asli

Sisi Lain Sidang Kyokushinkai, Tanya Uang Arisan Dibalas Pidana

Diperbarui: 5 Juli 2023   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Sidang perkara dugaan menempatkan keterangan palsu dalam akte otentik pada Perkumpulan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai ini sudah hampir dua bulan berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya. 

Tahapan demi tahapan diikuti sejak pemeriksaan saksi pelapor yakni Erick Sastrodikoro, Hadi Susilo, Kenedy Kawulusan, Yunita Wijaya, Tjandra Sridjaja dan Bambang Irwanto saksi yang absen berkali-kali alias mangkir.

Dalam sidang berjilid-jilid itu dipimpin oleh hakim Ojo Sumarna SH.MH, sementara Darwis SH bertugas sebagai jaksa penuntut Umum (JPU) dengan terdakwa Liliana Herawati.

Terdakwa merupakan salah satu pendiri perkumpulan Pembinaan Mental Karate. Ia bersama dengan Tjandra Sridjaja dan Bambang Irwanto sebagai pendiri. 

Setelah perkumpulan itu berdiri mereka melakukan kegiatan mengelola dana CSR dan arisan bagi warga perguruan. Dana arisan sendiri telah terkumpul senilai Rp11 Milyar. Dilihat ada ketidakberesan dan ketidak transparansi dalam pengelolaan dana, terdakwa membuat Yayasan Perguruan Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai karate-do Indonesia.

Dari sinilah kemudian keruwetan itu muncul. Kelompok Tjandra cs lalu membuat pertemuan dengan Liliyana dan menanyakan soal adanya organisasi baru dengan nama dan kegiatan yang sama. Akhirnya digelarnya rapat yang mana dalam notulennya itu memunculkan beberapa poin, salah satunya mengundurkan diri liliyana. 

Mengenai pengunduran diri liliyana, pun telah dilakukan votting hasilnya draw.

Masalah kembali muncul, setelah dana arisan hasil kumulatif sejak 2007 itu ditanyakan terdakwa kepada  Erick Sastrodikoro Sekjen Perkumpulan. Tak dapat menjawab lebih, skenario pun diduga dibuat. 

Dari fakta persidangan terlihat bahwa Erick diduga merupakan suruhan Tjandra Sridjaja yang kemudian melaporkan terdakwa ke Polrestabes Surabaya. 

Laporannya itu sebetulnya minim unsur pidana 266 KUHP namun diduga ada intervensi hukum sehingga kasus ini masuk ke persidangan.

Padahal, dalam fakta-fakta persidangan, para pelapor ini tidak tahu menahu tentang pokok perkara yakni keterangan palsu dalam akte otentik , sebagaimana disampaikan Penasehat hukum terdakwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline