Lihat ke Halaman Asli

Cerita dari Ijen : Pendaki Demi Kesenangan, Penambang Demi Penghidupan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1428559475984117916

[caption id="attachment_408885" align="aligncenter" width="300" caption="Dok. Pribadi - pemandangan diatas puncak Ijen"][/caption]

Tanggal 4 April 2015 minggu lalu, jam 04:49am saya dan rombongan tiba di areal parkir Kawah Ijen. Setelah membeli karcis masuk seharga Rp. 5.000 per orang, kamipun siap untuk mendaki. Pada saat akan melangkah menuju tempat check karcis datanglah rombongan yang merupakan penambang belerang yang terdiri dari lelaki muda maupun lelaki yang sudah sepuh sambil membawa pikulan. Salah satu dari rombongan itu mendatangi kami dan memperkenalkan diri sambil menawarkan jasa sebagai pemandu kami untuk mencapai puncak Ijen. Setelah cocok harga, tanpa pikir panjang sayapun mengiyakan jasa yang ditawarkan orang tesebut.

Seperti yang tertulis dipapan informasi, jarak yang harus ditempuh untuk mencapai puncak Ijen sekitar 3 KM. Menurut pemandu kami, lama pendakian sekitar 1,5 – 2 jam. Lima belas menit pendakian pertama saya masih bisa bersendagurau dengan rombongan, tapi setelah memasuki menit ke dua puluhan, suasana menjadi hening, hampir tidak ada kata yang keluar dari mulut masing – masing kecuali suara nafas yang mulai ngos-ngosan, bibirpun sudah terasa pahit. Sebenarnya jalan pendakian tidaklah extrem, tapi karena berkerikil cukup membuat kaki menjadi kaku menahan agar tidak terpeleset.

[caption id="attachment_408883" align="aligncenter" width="300" caption="Kantin"]

1428559275335415851

[/caption]

Setelah sekitar 1 jam-an berjalan, akhirnya saya sampai di sebuah tempat peristirahatan. Tempat ini juga berfungsi sebagi tempat penimbangan belerang untuk para penambang serta komersial area karena ada kantin kecil yang menjual kopi, teh, mie dan beberapa snack. Di area ini juga tersedia fasilitas toilet yang sangat sederhana. Dengan tekad yang bulat untuk sampai puncak sebelum panas, sayapun melanjutkan perjalanan. Kebetulan saat melangkah naik ada seorang penambang tua (kira-kira umurnya diatas 50thn). Puncaknya masih jauh Pak? Pertanyaan keluar dari mulut saya untuk membuka percakapan. “Sekitar 300 meter lagi, cuman dua belokan kok kanan sama kiri sampai dah dipuncak” sahut bapak tadi. Sudah berapa kali ngangkut belerang dari tadi pak? Tanya saya lagi. Ini yang kedua kalinya, saya memulai aktivatas dari jam 4:00pagi “ jawab bapak itu dengan polosnya. Wah bapak ini dengan umur yang sudah kepala lima masih bisa (kalau tidak mau dibilang terpaksa) memulai aktivitas untuk kelangsungan hidupnya dari jam 4 pagi, sedangkan saya bangun jam 6 pagi pun masih susah “ gumam saya dalam hati”. Saat berpapasan dengan salah satu pendaki yang sudah turun, ada seorang mba-mba yang menyapa bapak tua itu” Pagi pak, Sehat? Sapanya. Kalau ngga sehat ngga mungkin saya kerja, jawab bapak tua itu. Saya cuman bergumam dalam hati “mmmm……”

Semakin lama saya semakin melambat, kaki semakin berat untuk dilangkahkan, bapak penambang yang saya ajak ngobrol tadi sudah jauh didepan, jalannya begitu cepat, mungkin sudah terbiasa atau hanya untuk mengejar target setoran. Akhirnya setelah benar melewati beberapa kali “dua belokan kiri & kanan” saya sampai juga di puncak Ijen. Pendakian yang berakhir dengan keindahan. Harga yang saya bayar (pendakian selama kurang lebih 1,5jam) terbayar dengan indahnya suasana di Puncak. Dengan air kawah yang begitu biru serta asap alami yang keluar dari belerang dan sinar matahari yang mulai tampak dari balik bukit membuat suasana semakin nyaman untuk dinikmati.

[caption id="attachment_408884" align="aligncenter" width="300" caption="Pak penambang in action"]

14285593531873097873

[/caption]

Disamping suasana alam yang indah tingkah polah pengunjung juga enak dilihat, beragam gaya photo and selfie dari yang biasa sampai ke yang extrem, seakan photo jauh lebih berharga dari pada keselamatan mereka sendiri. Perjuangan para penambang pun patut di ancungi jempol.

Jadi dari pengalaman saya mendaki, bagi yang ingin menikmati indahnya Ijen, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pendakian puncak Ijen yaitu :

1. Masker (untuk mengurangi mengirup asap belerang)

2. Sepatu/sandal gunung, jangan memakai sandal jepit karena medan yang berkerikil

3. Air minum

4. Jaket, topi, and sarung tangan bagi yang tidak tahan dingin

5. Lampu senter buat yang berniat melakukan pendakian sebelum jam 5 pagi.

6. Bagi yang jarang berolahraga, untuk mengurangi resiko kram lakukanlah latihan-latihan sebelum mendaki.

7. Yang terakhir, berikanlah jalan bagi penambang, jangan mengalanginya apalagi saat mereka membawa beban

Jangan lupa, cintai dan hormati alam dengan membuang sampah pada tempatnya.

[caption id="attachment_408881" align="aligncenter" width="300" caption="saya"]

14285587921588019480

[/caption]

[caption id="attachment_408886" align="aligncenter" width="300" caption="team"]

14285595521459062964

[/caption]

[caption id="attachment_408887" align="aligncenter" width="300" caption="tiket masuk April 2015"]

14285595941380110277

[/caption]

[caption id="attachment_408888" align="aligncenter" width="300" caption="Ramainya pengunjung karena libur panjang"]

14285596341840640233

[/caption]

[caption id="attachment_408889" align="aligncenter" width="300" caption="Selat Bali diambil dari atas kapal ferry"]

1428559684623696053

[/caption]

Salam - pan biandra.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline