Lihat ke Halaman Asli

Oleh - Oleh Ahok dari Korea Selatan

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14120575841285877172

Oleh - oleh Ahok dari Korea Selatan

Dari kunjungan wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Korea selatan beberapa hari yang lalu beliau sudah belajar hal - hal yang sangat mungkin bisa ditiru dan di terapkan di Jakarta bahkan di Indonesia demi kenyamanan hidup warganya, salah satunya yaitu tentang pengelolaan sampah.

Sesuai dengan berita yang diturunkan oleh KOMPAS.com, menurut Ahok masyarakat Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya perlu belajar dari Korea selatan, selama disana beliau tidak menemukan tumpukan sampah di sudut kota. Sampah-sampah yang dihasilkan oleh masyarakat disana tidak dikumpulkan dan di buang ke tempat pembuangan akhir atau tempat pembuangan sampah terpadu melainan di pres, diangkut dengan container (bukan seperti kebanyakan di Indonesia dengan bak terbuka + bonus bau bagi pengguna jalan di belakangnya) dan dibakar di incinerator atau tempat pembakaran sampah.

Membaca berita ini saya jadi teringat sepanjang perjalan dari rumah ketempat kerja dengan jarak kurang lebih 29km satu arah melihat banyaknya sampah berserakan baik itu di pinggir jalan, dilahan kosong, ataupun di sungai.

Tidak jarang juga saya melihat pengendara motor maupun mobil membuang sampahnya ketempat pembuangan sementara diluar jam yang telah ditentukan sehingga tumpukan sampah sampai memenuhi trotoar dan parahnya lagi banyak juga warga yang langsung membuang sampahnya kesungai atau lahan kosong walau sudah ada larangan.

Saya sempet berpikir apakah orang yang buah sampah sembarangan di lahan orang lain tidak memikirkan perasaan pemilik lahan?, bagaimana kalau orang lain membuang sampah ketempatnya? Anehnya beberapa dari mereka bisa mengendarai mobil bagus tapi tidak bisa membayar jasa tukang sampah sehingga membuah sampah sembarangan. Entahlah, apa yang mereka pikirkan!!. saya akui kalau kesadaran masyarakat kita akan hal ini masih sangat rendah.

[caption id="attachment_362787" align="aligncenter" width="300" caption="dok. Pribadi"][/caption]


Mungkin karena saking kesalnya daerahnya dipakai untuk tempat pembuanagn sampah ilegal, di beberapa tempat saya melihat berbagai macam spanduk (salah satunya seperti yang ada diatas), ada yang mendoakan biar yang buang sampah tidak selamat ada juga yang menyebutkan pelanggar akan dikenai sangsi adat/hukum adat atau dalam bahasa Bali disebut awig-awig.

Dengan menggunakan hukum adat diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang buang sampah ketempat mereka klu tetap melanggar sanksi adat menanti. Sangsi adat bisa berupa denda uang, denda berupa upacara yadnya (mecaru), dan yang lebih keras lagi bisa berupa “kesepekan” dikucilkan dari pergaulan masyarakat.

Pada akhirnya, saya harap semua kepala daerah di Indonesia mau seperti Ahok, berkunjung ke Negara lain untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi, menerapkannya sesuai dengan peraturan, tidak hanya pergi kunjungan keluar negeri hanya untuk jalan-jalan dengan kedok kunjungan kerja, dan masyarakat kita lebih sadar akan kebersihan lingkungannya.

Pan BhiandRa


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline