Beberapa bulan terakhir ini kita disuguhkan 'tontonan' Petruk dan lingkaran para pendukungnya dalam menjalankan pemerintahan ini.
Setelah dilantiknya Petruk dadi Ratu Nuswantara, hal yang paling menggelikan langsung dia berikan kepada seluruh 'pemirsa', entah itu lucu atau tidak sepertinya petruk ya petruk, anak seorang raja Jin, "Prabu Welgeduwelbeh" yang pernah disadarkan dan pun akan dapat disadarkan hanya oleh seorang Kyai Badranaya saja.
Ketika Petruk berjanji akan merampingkan kabinetnya demi sebuah efisiensi dan ternyata gagal malah lebih parah yaitu dia mengajak teman-temannya yang tentunya dari sesama 'bangsa Jin' juga untuk bersama-sama dalam kabinetnya, pun para rakyat nuswantara yang sebagian besar bernalar 'ndeso' cuma menelan ludah dan berujar, "itu hanya hal kecil sajalah, tidak usah di besar-besarkan". Baca, "Kompas, Kabinet dan Janji Jokowi".
Menohoknya Petruk dan kaumnya yang paling telak adalah ketika dia menaikkan BBM di tengah harga BBM dunia yang cenderung turun. Dan karena ulahnya ini, para Bagongers sosial media banyak menyenggolkannya kepada "takdir Tuhan". Baca, "Tempo, Beda Jokowi dan SBY dalam Umumkan Kenaikan BBM". #BagongYaBagong
Akibat dari kenaikkan BBM sangatlah terasa, monggo ditanyakan kepada sopir taksi (kebetulan saya hampir setiap hari menggunakan jasa ini sehingga dari hasil bicara dari hati ke hati, mereka sepakat jika hidup mereka hanya tambah susah saja), atau monggo tanyakan ke tukang ketoprak seperti yang Yusri tulis di artikelnya, "suaranews.com, Jokowi Diminta Oleh Profesor Yusril Untuk Blusukan di Kuburan".
Pun ketika Petruk menimbulkan polemik yang cukup mendasar dari penggunaan uang negara untuk keperluan 'populisnya' tentang ajian kartu sehat, pintar dan keluarga sejahtera. Dia dengan se'enak jidatnya membuat 'proyek' ini dengan pun se'enaknya menggunakan anggaran dari yang bukan pada tempatnya. Baca, "Kompas, Yusril Kritik Penggunaan Dana CSR BUMN untuk Program "Kartu Sakti" Jokowi".
Mbok yo'oo anda-anda melihat bagaimana carut-marutnya program kartu yang Petruk buat, bagaimana kartu Indonesia sehat yang ternyata tidak membuat kita menjadi sehat karena selalu di'anak-tiri'kan oleh rumah sakit-rumah sakit di seluruh Nuswantara ini. Belum lagi data-data penerima kartu-kartu tersebut 'kabarnya' masih sumir dan jauh dari valid. Dan ternyata pun, program-program kartu tersebut 'plagiat' dari presiden sebelumnya dengan konten yang sama namun dengan nama yang berbeda saja. Baca, "Kompas, Jokowi Tak Perlu Malu Akui "Kartu Sakti" Lanjutan Program SBY".
Yang terakhir yang tidak kalah seru sehingga berbuntut perseteruan antara 'Cicak versus Buaya jilid III' adalah pemilihan seorang Budi Gunawan menjadi calon Kapolri tunggal. Baca, "Detik, Semua Kegaduhan Ini Berawal dari Jokowi". Namun bukan Putra Jin namanya jika Petruk tidak dapat 'merantasi' hal remeh-temeh ini. Setelah membuat 'kebodohan' di sana-sini, herannya dia tetap dipercaya para Bagongers sebagai seorang 'Satrio Paningit' dalam mengembang tugas yang mahadasyat beratnya, yaitu menjadi Ratu Nuswantara.
Bahkan tidak sedikit yang menilai jika ulah ngawur Petruk selama beberapa bulan dia menjadi Ratu adalah manusiawi dan berharap kita dapat memakluminya, memahaminya dan pun memaafkannya sebagai seorang manusia biasaya yang pastilah punya salah tho?.
Di lain perspektif, para 'penggila' Petruk menilai semua yang terjadi ini adalah skenario 'asing' agar dia 'jatuh' dari tahta singgasananya dikarenakan pihak 'asing' mulai ketar-ketir (takut) karena ulahnya yang lain dari presiden-presiden terdahulu, walau menurut 'kacamata' saya ini hanyalah akibat dari konsistensinya Petruk atas kedunguan-kedunguannya sendiri selama ini, namun itulah kehebatan seorang putra Jin, yang pun memang sebagian besar rakyat negeri ini sebenarnya (mayoritas) telah menyembah pada raja mahadiraja Jin, yaitu 'Jin Duniawi'* #Astaghfirullah
Jadi,