Lihat ke Halaman Asli

Bhayu M.H. Ketum NuN

Bhayu M.H. sebagai Ketua Umum M.P. N.u.N.

Taliban Kini Ancaman, Lebih Daripada PKI

Diperbarui: 2 Oktober 2021   14:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Layar monitor panita webinar Netizen untuk Negeri (Foto: Bhayu M.H.)

Itulah kesimpulan akhir dari webinar #1 yang diadakan oleh Netizen untuk Negeri (N.u.N.). hari Rabu (29/9) lalu. Tapi bagaimana penjelasannya? Simak lebih lanjut tulisan saya ini ya...

Ada tiga pembicara yang kami tampilkan dalam webinar bertajuk "P.K.I. atau Taliban: Mana yang Ancaman?" Tampil pertama adalah Dr. Islah Bahrawi, Direktur Jaringan Moderat Indonesia yang juga staf ahli Mabes Polri. Di giliran kedua adalah Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, M.A., Ketua Umum Indonesian Religion on Peace & Religion. Dan terakhir adalah Aslama Nanda Rizal, M.Si., sejarawan muda yang juga politikus P.A.N.

Islah: Taliban adalah Ancaman

Layar presentasi Dr. Islah Bahrawi (Foto: Netizen untuk Negeri)

Dalam pemaparannya yang disertai slide presentasi berjudul "Taliban dan Politisasi Agama". Islah antara lain mengawali dengan sebuah pernyataan: "Komunisme ini pada dasarnya tidak ada. Ini adalah proses-proses fabrikasi politik saja. Karena secara geopolitik, memang komunisme ini sejak Perang Dingin ini sebenarnya sudah tidak menggeliat. Dan bahkan kalau saya bilang, kalau istilah saya, komunisme di China pun yang masih hidup ini sebenarnya bisa berkesan banci."

Dengan pernyataan itu, ia kemudian lebih mengelaborasi isyu Taliban. Apalagi karena di sekitar kita banyak yang mengelaborasinya. Termasuk di antaranya Jusuf Kalla, yang menurutnya "kena tipu". Karena Taliban ternyata memang tidak moderat.

Bukti-bukti nyata menurutnya justru menunjukkan Taliban masih seperti yang dulu. Dengan memaparkan sejarahnya dan perkembangannya kini.

Lebih jauh, tenaga ahli radikalisme dan terorisme Mabes Polri itu mengkaitkan perkembangan di Afghanistan dengan Indonesia. Menurutnya, fakta membuktikan bahwa semua aksi teror berupa pengeboman di tempat umum di Indonesia, dilakukan oleh "alumni Afghan". Dan itu menunjukkan, sejak masa Mujahiddin hingga kini menjadi Taliban, Afghanistan memang menjadi tempat pelatihan bagi kaum militan Islam.

Menurutnya, saat ini, kondisi di Indonesia sebenarnya berbahaya. Ini karena warga negara yang bersimpati kepada Taliban, setiap saat bisa meledak menjadi aksi teror. Meski sudah ada pembubaran organisasi Islam garis keras, namun pengikut-pengikutnya tidak berhenti. 

Mereka terus "bergerak di bawah tanah" dalam rangka mencapai tujuannya. Salah satunya, menurut Islah adalah berupaya mendorong sosok capres tertentu pada Pemilu 2024 yang didukung oleh pemodal radikal. Karena itu, Islah mengingatkan kita semua agar selalu waspada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline