Lihat ke Halaman Asli

Bhayu MH

WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Harapan bagi Pemimpin Indonesia Mendatang

Diperbarui: 11 Februari 2024   03:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Logo Indonesia Emas 2045. (Sumber Foto: Tangkapan layar dari video di kanal resmi Bappenas RI)

Hari ini adalah hari terakhir masa kampanye dalam Pemilihan Umum serentak Presiden-Wakil Presiden dan Legislatif tahun 2024. Bagi pasangan calon Presiden-Wakil Presiden, momentum ini ditandai dengan kampanye akbar. Pasangan 03 pada hari Sabtu lalu, 3 Februari 2024. Sedangkan 01 dan 02 serentak pada hari Sabtu ini, 10 Februari 2024. Walau tentunya berbeda lokasi. Kubu 01 di Jakarta International Stadium, sedangkan pihak 02 di Gelora Bung Karno atau Stadion Utama Senayan.

Bagi saya pribadi, Pemilu kali ini termasuk paling tidak menarik. Ketiga pasangan CPWP (Calon Presiden-Wakil Presiden) tidak ada yang benar-benar membuat hati saya terpikat. Malah, semula saya bersikap apatis dan berniat tidak datang ke TPS pada 14 Februari 2024 nanti. Di tulisan ini, saya tidak membahas soal partai politik (parpol) yang juga akan memilih wakil-wakilnya untuk duduk di parlemen semua tingkatan. Saya hanya fokus pada CPWP saja.

Para CPWP merupakan representasi dari kubu-kubu yang mendukungnya. Polarisasi tidak terlalu tampak jelas di sini, karena politik identitas yang telah merusak Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 tidak lagi terlalu mengemuka. Satu CP yang jelas anti pemerintah pusat yang sedang berkuasa dan telah memenangkan kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan cara ini, tampaknya mengubah strategi. Karena Indonesia luas dan tidak hanya satu provinsi saja, mereka perlu sebanyak mungkin suara. Bahkan meski CWP-nya kental bernuansa satu agama saja, tapi CP-nya berupaya mengubah pencitraan. Ia terdeteksi mendatangi sejumlah rumah ibadah dan organisasi keagamaan yang berbeda dengan keyakinan yang dianutnya.

Di media sosial, pertarungan justru tampak mengemuka dari para pendukung CPWP 03 yang seringkali menyerang CPWP 02. Mereka tampak sekali kecewa dengan peralihan dukungan pendukung Jokowi dari calon yang mereka dukung. Padahal, sebenarnya justru Jokowi-lah yang pertama kali mengusung dan mempromosikan Ganjar Pranowo. Jauh sebelum PDIP akhirnya memutuskan mendukungnya sebagai capres. Kalau bisa dinilai secara adil, sebelum Gibran Rakabuming Raka diputuskan menjadi CWP bagi Prabowo Subianto, justru Jokowi yang ditinggalkan oleh Megawati dan PDIP-nya.

Tapi itu semua sekarang sudah menjadi kisah masa lalu. Upaya terakhir entah dari siapa untuk mencoba menggerakkan oknum-oknum mahasiswa dan dosen di beberapa kampus, tampaknya juga tidak bisa mempengaruhi rakyat. Ingat, rakyat tidak diwakili oleh segelintir elit. Sebagian besar pemilih justru mereka yang kurang terdidik. Maka, para ilmuwan yang berdiri di "menara gading" sangatlah sedikit pengaruhnya bagi pilihan rakyat. Masyarakat juga bisa menilai, mana gerakan yang murni berasal dari hati nurani, dan mana yang digerakkan oleh sentimen provokasi.

Sekarang, sebagian besar rakyat yang memiliki hak pilih sudah menentukan pilihan. Angka "swing voters" dan "undecided voters" terus-menerus mengecil hingga hampir ke titik nol. Dan survei membuktikan, apa yang diributkan oleh sebagian elit termasuk akademisi, dianggap tidak ada artinya oleh rakyat. Andaikata ada yang meributkan kesahihan metodologi statistika dalam survei yang dilakukan oleh lembaga riset terpercaya, maka justru yang bersangkutan yang harus diragukan validitas opininya.

Masalah dan Harapan

Saya yang cuma 1 orang saja dari 273,8 juta lebih rakyat Indonesia, tentu tidak bisa berharap banyak. Seperti saya tulis di pembukaan tulisan, saya sendiri semula apatis. Tapi saya akhirnya menjatuhkan pilihan pada salah satu CPWP. Semata karena satu hal: mudharat-nya saya nilai paling sedikit. Ya, bagi saya yang Muslim, apabila harus memilih sesuatu dan ternyata tidak ada yang baik, pilihlah yang keburukannya paling sedikit. Dan itu jelas bukan calon yang anti kemajuan negeri sendiri.

Negara lain selalu kuatir pada Indonesia. Kita negara besar, tapi dikerdilkan. Kekayaan alam kita dirampok, kedaulatan kita tidak diakui, kita dibuat tidak mandiri dan selalu menjadi pasar bagi negara-negara industri, peran kita di dunia internasional dianggap kecil, bahkan jelas satu wilayah kita sudah lepas karena keteledoran diplomasi. Pernyataan IMF yang tiba-tiba menyerang kebijakan pemerintah menunjukkan betapa para neo imperialis tidak mau melepaskan cengkeramannya.

Maka, harapan saya, pemimpin negeri ini berikutnya hendaknya menegaskan posisi kuat Indonesia. Bukan hanya pemimpin di kawasan, tapi juga pemimpin dunia. Lihat saja, para anggota tetap Dewan Keamanan PBB adalah pemenang Perang Dunia 2. Mereka semua negara imperialis dan kolonialis di masa lalu, bahkan ada yang hingga kini. Dari 5 besar negara dengan luas wilayah terbesar dan penduduk terbanyak di dunia, semuanya juga negara imperialis dan kolonialis. Hanya Indonesia yang bukan. Indonesia adalah bekas negara jajahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline