Lihat ke Halaman Asli

Bhayu MH

WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 60

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14217582741237221344

Kisah sebelumnya: (Bagian 59)

(Bagian 60)

[Gelora Bung Karno. Senayan-Jakarta Pusat.]

Pagi-pagi hari Minggu, Milly menelepon sahabatnya,Cinta dan Alya. Tetapi tak ada yang mengangkat teleponnya. Akhirnya, ia menelepon Carmen. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Milly sudah hampir putus asa karena beberapa kali nada panggil tidak juga ada suara telepon dijawab, ketika akhirnya terdengar suara Carmen yang agak terengah-engah.

“Heehhh… Hhallloo…. Milly? Milll… adha aphaan nih teleponhh… hheehh.. pagih-pagihhh…,” Carmen menjawab telepon dan langsung bertanya.

“Halo… Carmen?” Milly memastikan.

“Iyah Milly. Inhi gueh… adha apah?” tanya Carmen, masih tersisa suara terengahnya.

“Eh, Carmen… lu lagi ngapain? Keselek?” tanya Milly bingung.

“Ke…hahahah… Masak keselhekh? Aneh-aneh ajha lu inih…,” Carmen malah mentertawakan pertanyaan Milly.

“Abis, lu ngapain? Kok suaranya gitu?” tanya Milly penasaran.

“Hhhh… yahhhh… Ini kanh Mingguh pagih… guehhh… abisshhh jogghingg…,” jelas Carmen.

“Joging? Kok sampe keselek?” tanya Milly masih belum nyambung.

“Aduuuhh… si eneng… siapah yang keshelekh?” Carmen jadi gemas.

“Lah… itu… suara lu…?” Milly bingung.

“Inih… ngosh-ngoshannn.. keleuusssh…. Abissh jogginghhh… lariii.. sayang… laariiii…,” jelas Carmen.

“Oh…. Lari? Lu lagi lari? Siapa yang ngejar? Polisi?” tanya Milly lagi.

“Eaaaa… adduuuuhhh… susyah amath yah… gueh olahraga sayanggh… bukhan malingh!” Carmen tambah gemas.

“Oh, olahraga? Seru amat sih olahraganya? Sampe keselek gitu?” Milly menyambungkan dua hal yang tidak terasosiasi, pikirannya sendiri dan fakta aktivitas Carmen.

Spontan Carmen menepuk dahinya. “Haduh! Susyahhh…. Udah ah! Ada apha luh telephon gueh?” tanya Carmen akhirnya, memungkas dialog konyol karena Milly yang “gak nyambung”.

“Eh, gimana kabar lu?” tanya Milly.

“Baikkhhh… Masih.. belomh pingsanh…,” canda Carmen.

“Ada apa nih, kok tumben telepon gue?” tanya Milly. Pertanyaan itu disambut melongo oleh Carmen yang sudah duduk sambil meluruskan kaki.

“Ha? Yang teleponh ithu eluh… Milly! Bukhan gueh!” sentak Carmen tambah gemas.

“Oh… gue yang telepon. Eh, tapi… ngapain gue telepon elu? Ah, lupa…. Ya udah, ntar gue telepon lagi deh…,” ujar Milly sambil langsung mengakhiri hubungan telepon.

“Hiyyyaaaa!!!!” Carmen langsung “tepok jidat” dengan handphone-nya. “Repot deh punya temen tulalit!” katanya kepada diri sendiri. Carmen tertawa sendiri mengingat kelakuan sahabatnya itu.

“Eh, kok ketawa sendirian? Dapet lotere?” suara seorang lelaki menyapanya. Carmen seketika menghentikan tawa dan mendongakkan kepala.

“Borne! Ah, ketemu lagi kita!” sapa Carmen gembira melihat temannya itu sudah berdiri di sampingnya.

“Boleh ikutan ketawa?” tanya Borne menyunggingkan senyum.

“Ah… hahaha… Iya… ini si Milly, tulalit banget sih. Udah telepon gue, malah lupa mau ngomong apaan. Dasar…. Gak ilang-ilang itu anak oon-nya,” seloroh Carmen.

“Ow… gitu? Haha… Gue gak tahu kalau Milly segitunya…,” tukas Borne.

“Yaaahhh… kan lu liat sendiri waktu minggu kemaren kita makan… suka nggak dong gitu anaknya…,” Carmen menjelaskan tingkah dan kebiasaan sahabatnya.

“Hahaha… eh, lu udahan joggingnya?” tanya Borne.

“Ennnggg… sebenernya… masih pingin satu puteran lagi sih… Tapi tadi ada telepon jadi minggir dulu… Eh, yang nelepon malah oon… duh!” Carmen masih tampak gemas.

“Hehe… ya udah. Sana terusin satu puteran lagi. Kita ketemu lagi di pintu XII ya. Mobil gue deket sana. Eh, lu bawa mobil?” tanya Borne.

“Bawa sih… biasa… parkir di hall basket… Tapi boleh juga gue nebeng dari sini ke sono…,” ujar Carmen.

“Eh, gue boleh gak sih parkir di tempat lu?” tanya Borne.

“Boleh aja… Cuma kalo lu kan gak ada sticker, ya musti ngasih satpam lebihan…,” jelas Carmen.

“Oh, gitu? Boleh sih… Eh, tapi ada kamar mandi yang bisa gue pake gak di tempat lu?” tanya Borne.

“Kamar mandi? Mau mandi, gitu?” tanya Carmen.

“Pengennya sih… Daripada gue pulang lagi ke apartemen… soalnya gue mau langsung pergi abis ini…,” jelas Borne.

Carmen tampak berpikir sesaat. “Mungkin ada. Tapi ntar gue telepon temen gue dulu ya… Mungkin bisa nebeng di tempat official cowok… Kan gak mungkin lu mandi di tempat gue?”

“Oh, ya udah. Makasih banget. Kalo gitu, sampe ketemu di pintu XII ya…,” Borne memutuskan.

“Lu udahan larinya? Dapet berapa lap?” tanya Carmen.

“Yah… Cuma dua. Gue gak mau terlalu capek pagi ini. Soalnya abis ini ada acara, kayaknya lama sampe sore,” jelas Borne.

“Ooohhh… ya udah. Gue terusin lari dulu ya…. sampe di pintu XII…,” Carmen berdiri dan melanjutkan berlari lagi.

Borne pun bangkit dan berjalan perlahan. Ia tinggal meneruskan perjalanan satu pintu lagi. Karena posisinya saat itu sudah di pintu XI.

Belum jauh Carmen mulai berlari, teleponnya bergetar lagi. Terasa olehnya getaran itu karena diletakkan di saku celana, bukan di tas pinggang seperti tadi. Carmen lupa meletakkannya kembali ke tempat semula karena tadi menjawab telepon Milly. Kali ini, ia mengabaikan panggilan telepon itu karena mengira Milly lagi yang telepon. Ia memutuskan akan meneleponnya begitu selesai jogging saja. Cuma sekitar sepuluh menit Carmen sudah menyelesaikan satu putaran terakhirnya. Itu termasuk lambat bagi Carmen yang seorang mantan atlet aktif. Karena ia sedang ingin berlari santai saja.

Sesampai di pintu XII, Carmen celingukan. Ia lupa kalau ia tidak tahu apa jenis kendaraan Borne dan nomor plat mobilnya. Ia pun mengambil kembali telepon genggamnya dan mencari-cari nomor telepon Borne. Ditekannya nama di phone book-nya itu dan dengan segera tersambung.

“Halo, Borne? Lu ada di mana?” tanya Carmen.

“Gue? Di sini. Pintu XII kan?” jawab Borne.

“Iya. Tapi di mananya? Gue juga udah di sini…,” Carmen mencari-cari.

“Oh, sori, gue lupa. Gue udah di dalem mobil. Bentar, gue keluar deh…,” ujar Borne. Telepon pun ditutup. Borne pun keluar dari mobilnya setelah mengunci alarm. Ia melangkah ke dalam, ke arah stadion. Sementara Carmen keluar, ke arah pintu. Mereka akhirnya bertemu di tengah.

Segera setelah bertemu, mereka pun menuju mobil Borne. Bersama mereka mengarah ke hall basket dimana Borne akan menumpang mandi dan berganti pakaian. Teman Carmen yang pelatih klub basket juga mempersilahkan Borne masuk. Ia menunggu di depan agar bisa membawa serta Borne yang tidak tahu seluk-beluk ruangan masuk ke dalam.

Begitu turun dari mobil, Carmen melihat temannya sudah menunggu di depan tangga. Ia mengajak Borne ke sana dan memperkenalkan mereka, “Halo Dan, kenalin nih… temen gue…”

Borne dan Dani saling bersalaman dan menyebutkan nama masing-masing.

“Mas Dani, maaf kalo saya ngerepotin. Ini kebetulan saya mau buru-buru mau pergi lagi, nggak sempat pulang ke rumah dulu, boleh saya numpang mandi sama ganti baju?” Borne menjelaskan maksudnya.

“Oh, ya… tadi Carmen sudah cerita kok. Boleh aja, gak masalah. Lagian anak-anak baru dateng nanti jam sembilanan… Yuk…,” ajak Dani ramah.

“Ya udah, gue tinggal ya. Gue juga mau mandi. Ntar kalo udah kelar, telpon lagi ya…,” ujar Carmen kepada Borne yang dijawab dengan kata “sip” dilambari isyarat tangan telunjuk dan ibu jari membentuk lingkaran dengan tiga jari lain tegak, tanda “OK”.

Kepada Dani, Carmen berpesan, “Dan, titip temen gue ya... jangan ilang….”

Dani tertawa, “Masa’ segede gini ilang? Yang bener aja Men…” Mereka berdua lalu melambaikan tangan kepada Carmen yang menuju ke sayap kiri, tempat wanita. Dani pun akrab merangkul Borne.

“So… jadi Mas Borne cowoknya Carmen?” tanya Dani langsung.

“Ha? Bukan Bro. Gue cuma temennya. Eh, panggil nama aja kali. Jangan pake Mas. Gue sama Carmen itu temen SMA…,” jelas Borne langsung.

“Oooh… soalnya Carmen cerita, kalo lagi suka sama cowok… gak tau deh… Kirain lu Bro…,” ujar Dani.

“Oh, gitu ya? Cowoknya kayak apa?” tanya Borne, tapi sadar kalau ia terlalu ingin tahu, “Eh, sori, kok gue jadi kepo gini sih?”

Dani melihat ke arah Borne, mencoba menganalisa teman barunya itu. Lalu memutuskan menjawab, “Mmm… gak tau deh. Dia belum cerita. Cuma emang Carmen bilang baru ketemu lagi setelah bertahun-tahun pisah. Terus… dia seneng tuh cowok langsung ngajak ketemuan sama adik ceweknya yang ternyata juga suka basket. Nah, dia tuh ngerasa cocok banget sama adiknya. Deket banget gitu… udah kayak adik sendiri…”

Borne jadi berpikir. Ciri-ciri cowok yang disebutkan Dani amat mirip dengan dirinya. Berpikir cepat, Borne coba memancing.

“Dia sebut nama atau ciri-ciri lain mungkin?” tanya Borne dengan nada suara dibuat sedatar mungkin.

Dani berpikir sesaat, lalu menjawab sambil mengangkat bahu, “Gak begitu jelas sih… Cuma dia janji bakal cerita lagi kalo ada perkembangan…”

“Jadi, cowok itu belum resmi jadian sama dia?” kejar Borne.

“Nggg… gak tau juga. Kayaknya sih belom…,” Dani menjawab ragu-ragu, lalu bertanya balik. “Bai de wai, lu kok bisa jalan bareng dia pagi ini? Emang janjian?”

“Ah, nggak. Gue emang tiap Minggu pagi jogging di sini. Terus tadi gue gak sengaja ngeliat dia, terus gue sapa. Udah, gitu aja…,” jelas Borne.

“Mmmm…. Aneh. Carmen cerita, dia ketemu cowok itu juga gitu caranya… katanya Minggu lalu pas dia lagi jogging. Yakin itu bukan lu Bro?” tanya Dani.

“Gue? Lah… kan gue udah bilang gue cuma temennya. Lagian, gue udah punya pacar Bro. Ini makanya gue mau numpang mandi, abis ini buru-buru mau ke rumahnya,” jelas Borne.

“Oh, OK deh…. Nah, itu kamar mandinya. Cari aja yang kosong. Gue ke locker dulu ya… mau naro ini…,” ujar Dani sambil menunjuk ke travel bag­ yang dibawanya. Borne mengucapkan terima kasih dan mereka berdua toss sebelum berpisah.

(Bersambung besok)

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada AsaDalamCinta (Sinopsis&TautanKisahLengkap)

———————————————————————

Foto: AntonoPurnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline