Lihat ke Halaman Asli

Bhayu MH

WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 76

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14217582741237221344

Kisah sebelumnya: (Bagian 75)

(Bagian 76)

[Kawasan Puncak-Bogor]

Empat pasang kekasih itu sudah berada di villa milik keluarga kakak ipar Milly sejak tanggal 30 Desember sore. Mereka sengaja berangkat lebih awal demi menghindari macet. Anak-anak Maura dan Jonathan dititipkan kepada kakek-neneknya, sehingga mereka bak masih pacaran saja. Milly sendiri membuat kejutan dengan membawa Bowo, pengusaha kue teman kakaknya. Belum ada satu pun dari keempat sahabatnya yang pernah bertemu dengannya. Dan ajang tahun baru itu justru untuk pertama kalinya ia diperkenalkan oleh Milly ‘secara resmi’. Carmen dan Dani yang juga ‘baru jadian’ pun datang. Karena mobil Carmen agak berumur dan Dani tak punya mobil, Cinta meminjamkan mobilnya. Karena ia sendiri naik mobil milik Borne dan Alya tentu bersama Basuki. Tentu saja mereka semua sepakat, meskipun Maura dan Jonathan sudah menikah, di villa nanti mereka akan menginap terpisah antara pria dan wanita. Jadi, mereka semua seolah masih pacaran dan single statusnya.

Meskipun sudah berada di sana sehari sebelumnya, tetapi pesta belum dimulai. Di siang hari tanggal 31 Desember, mereka masih seperti turis biasa yang bahkan sempat berjalan-jalan ke beberapa toko. Ada yang menambah perbekalan, ada yang malah membeli oleh-oleh. Mereka sengaja berbelanja lebih awal agar tidak terlalu penuh dan berebut dengan pembeli lainnya.

Pada malam tahun baru, sengaja mereka menggelar semacam api unggun di halaman villa yang luas. Penjaga villa sudah membantu menyiapkan perlengkapan termasuk kayu bakar dan jagung untuk dibakar. Para wanita sudah dengan hebohnya belanja beraneka makanan dan minuman. Sementara para pria menyiapkan hal-hal lain termasuk kembang api yang akan disulut tengah malam nanti.

Menjelang tengah malam, Basuki dan Borne mempertunjukkan kebolehannya bermain gitar. Tanpa latihan sebelumnya, keduanya bisa berpadu apik dalam mengiringi berbagai nyanyian. Mereka bersuka-cita seolah tak ada duka-lara lagi di dunia. Membakar jagung dan ikan, serta menikmati aneka penganan dan minuman. Menjelang tengah malam, para lelaki menyulut kembang api ke angkasa. Meningkahi puluhan kembang api lain yang disulut dari berbagai sudut, entah oleh siapa. Di tengah malam, kembang api makin padat menerangi angkasa.

Kesepuluh orang itu saling berangkulan. Mengucapkan selamat dan harapan. Meski berbeda agama, Basuki lantas mengajak mereka untuk berdo’a bersama. Menundukkan kepala mengharapkan berkah dari Sang Pemilik Waktu.

Beberapa menit setelah tengah malam, Cinta permisi ke kamar mandi. Ia membawa serta smartphone-nya. Di sana, ia sebenarnya tidak melakukan apa pun selain mencuci muka. Niat terutamanya adalah mengirimkan ucapan selamat tahun baru kepada seseorang nun jauh di sana. Di New York. Rangga.

Beberapa saat Cinta berpikir akan mengetikkan pesan apa. Tetapi akhirnya ia menuliskan pesan yang sangat standar dan normatif.

--Selamat tahun baru Rangga. Semoga matahari terbit esok hari mengawali segala yang baik di hidup kita berdua—

Tanpa bermaksud menunggu jawaban dari pesannya. Cinta pun mematikan telepon genggamnya. Ia pun lantas kembali bergabung dengan teman-temannya yang sedang bercanda-ria. Hanya ada dua orang yang memperhatikan perubahan sikap Cinta. Walau saat sudah kembali bergabung Cinta seolah kembali ceria. Dua orang itu, di bawah sadar kemudian saling bertatapan mata. Dan mereka seakan mengerti apa yang terjadi di balik keceriaan wanita itu. Dua orang itu, Borne dan Alya. Kekasih dan sahabat terdekat Cinta. Mata batin mereka terlalu tajam untuk dibohongi. Bahwa raga Cinta boleh di situ saat itu. Tetapi pikiran, jiwa, dan hatinya sebenarnya tidak.

Dan Borne hanya bisa menunduk menyadari kenyataan itu. Walau tatapan mata Alya dari kejauhan berupaya menghiburnya. Ia hanya membalasnya dengan seulas senyum datar.

*******

[New York city]

Matahari mulai tenggelam di New York city, dua belas jam setelah Jakarta. Keramaian mulai terasa di berbagai penjuru. Warga kota seperti tumpah-ruah di jalanan kota tersibuk di Amerika Serikat itu. belum lagi para wisatawan dari mancanegara maupun domestik yang sengaja datang.

Jeanette rupanya telah membooking dua kamar hotel untuk dia bersama Rangga. Atas idenya pula, mereka mengajak serta Carla dan Oscar. Untunglah Oscar bisa dapat cuti, karena bagi seorang polisi, biasanya sulit mendapatkan jatah cuti di saat hari besar seperti itu. Jeanette tahu, Rangga tidak bakal mau diajak bermalam sekamar dengannya. Maka, salah satu kamar itu adalah untuk dirinya bersama Carla, sementara Rangga dan Oscar di kamar lain.

Tindakan antisipasi itu dilakukan Jeanette karena akan sangat melelahkan bila harus pulang setelah pesta di dinihari. Selain sulitnya mendapatkan angkutan, mereka juga harus berjuang melewati kerumunan massa.

Berdasarkan pengalamannya, Jeanette mengajak mereka sudah stand-by di sebuah restoran yang terletak di hotel di area Times Square. Tanpa diduga Rangga, restoran itu pun sudah direservasi sebelumnya. Jeanette yang berasal dari keluarga kaya tidak kesulitan mendapatkan tempat dan membayar semua tagihan. Walau Oscar dan Rangga merasa tidak enak jadinya. Karena sebagai gentleman, seharusnya merekalah yang mentraktir.

Dari atas restoran itu, mereka bisa melihat kerumunan ribuan massa di jalanan di bawah. Menjelang tengah malam, kerumunan makin padat. Mereka hendak melihat “New Year’s Eve Ball” yang terkenal itu dijatuhkan dari puncak. Mengiringi hitungan mundur yang diteriakkan massa pengunjung bersama-sama secara bersemangat.

“Ten-nine-eight-seven-six-five-four-three-two-one….zero.”

“Happy New Year!”

Dan teriakan para pengunjung bercampur-baur dengan tiupan terompet, dentang bel, ledakan petasan, bunyi klakson dan aneka bebunyian lain. Para pengunjung mengucapkan selamat kepada orang di sekitarnya. Saling berpelukan dengan orang-orang yang dikenal. Mereka larut dalam pesta tahun baru yang meriah. Confetti pun diterbangkan bersamaan dengan ribuan balon.

Di tengah keriuhan pesta, Rangga mendadak teringat pada seseorang yang pernah tertambat di hatinya. Dan entah mengapa, di saat mustinya ia paling berbahagia bersama Jeanette di New York sini, justru pikirannya melayang ke tanah airnya, Indonesia.

Ia lantas melirik smartphone-nya, tepat di saat “New Year’s Eve Ball”dijatuhkan dari puncak. Dilihatnya pesan dari Cinta 12 jam lalu. Beberapa menit kemudian, sembunyi-sembunyi Rangga menuliskan pesan balasan untuk Cinta.

-Selamat tahun baru juga Cinta. Di New York sini, waktu berjalan lebih lambat. Semoga masih ada purnama untuk kita kelak...-

Di detik yang sama, Cinta membaca pesan itu di Jakarta. Tanggal 1 Januari 2015. Siang hari. Ia hendak membalasnya, tetapi pesanan makanan datang. Di hadapannya, seorang pria yang pernah menghajar Rangga 12 tahun lalu kini duduk dan tersenyum menatapnya. Cinta membatalkan niatnya membalas pesan itu. Dan ia memilih membalas senyum pria di hadapannya. Menikmati saat ini. Bukan masa lalu. Bukan masa depan. Walau mungkin masih ada purnama lain untuk masa depan. Purnama yang terjalin dari kenangan masa silam.

Mungkin…

[Tamat]

Akhir dari novel “Ada Asa Dalam Cinta: Episode 1”

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis & Tautan Kisah Lengkap)

———————————————————————

Foto: Antono Purnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline