Lihat ke Halaman Asli

Hare Krishna dan Keberadaannya di Bali yang Bertentangan dengan Tradisi Agama Hindu di Bali

Diperbarui: 22 Februari 2022   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hare Krishna adalah salah satu ajaran filsafat dan ajaran ketuhanan yang sejatinya bersumber dari Bhagavad Gita. Seperti agama Hindu pada umumnya, penganut ajaran Hare Krishna juga menggunakan Veda sebagai dasar referensi untuk menguatkan isi Bhagavad Gita. Maka dari itu banyak orang mengira bahwa ajaran Hare Krishna tersebut murni dari Veda walau pada kenyataannya hanya mengakui Bhagavad Gita sebagai otoritas tertinggi dan mempercayai bahwa Krishna adalah Tuhan yang tertinggi.

Ajaran Hare Krishna awal mulanya dipromosikan oleh Internasional Society for Krishna Consciousness (ISKCON). Pada dasarnya, Hare Krishna adalah salah satu sekte mistik dari Agama Hindu. 

Namun yang membuat Hare Krishna berbeda dari ajaran agama Hindu adalah jika Agama Hindu mempercayai adanya Tuhan dengan sebutan Sang Hyang Widhi, Hare Krishna mempercayai keberadaan Tuhan yakni Krishna atau Visnu. Ajaran Hare Krishna membawa tujuan utama yaitu hubungan kasih yang luar biasa dengan Krishna sebagai Tuhan tertinggi. Hare Krishna memiliki arti "Kemenangan untuk Krishna"

Hare Krishna itu sendiri sudah dimulai sejak abad ke-15 pada tepatnya pada tahun 1486. Pendiri dari Hare Krishna yakni Chaitanya Mahaprabhu mulai mengajarkan bahwa Krishna adalah Tuhan tertinggi dari semua Tuhan lainnya. 

Mahaprabhu menggunakan metode kebaktian agama Gaudiya Vaishnavisme, yang dimana pemeluknya masuk ke dalam hubungan dengan Krishna dan menyatakan pemujaannya pada Krishna di muka umum agar menarik banyak pengikut lain. Hare Krishna walau meninggikan Krishna sebagai Tuhannya, masih berdasarkan terhadap agama Hindu, karena Krishna pada dasarnya adalah perwujudan dari Dewa Visnu yang merupakan salah satu Dewa dari Agama Hindu.

Di Bali sendiri, keberadaan ajaran Hare Krishna dapat dibilang minim. Ada beberapa faktor yang membuat ajaran Hare Krishna sulit berkembang di Bali. Di Agama Hindu yang ada di Bali, beberapa pemujaan yang paling umum dilaksanakan adalah:

  • Sanghyang Trimurti, dipuja di Pura Kahyangan Tiga di setiap desa adat di Bali,
  • Sanghyang Tri Purusa, jiwa agung alam semesta untuk semua lapisan dari Tri Loka,
  • Dewi Saraswati, dipuja di Pelinggih Gedong dan Taksu,
  • Sanghyang Kala, dipuja di Pelinggih Penunggun Karang, dll.

Dahulu kala juga telah disepakati dan ditetapkan suatu konsep yang disebut Lalita Hita Karana untuk semua sekte agama untuk menjaga keharmonisan masyarakat Bali yang pada masa itu masih dipimpin oleh Mpu Kuturan. Hingga masa sekarang, hal tersebut masih dihormati melalui Pelinggih Saluang atau menjangan yang menjadi simbol kendaraan beliau.

Dalam Hare Krishna, terdapat beberapa larangan yang ditetapkan seperti:

  • Tidak boleh menyembah simbol Tuhan, seperti Acintya sebagai wujud Tuhan, Ongkara, dan aksara suci untuk panunggalan Sang Hyang Widhi.
  • Tidak boleh menyembah leluhur. Hal ini sangat bertentangan dengan tradisi yang ada di Bali. Karena ada Pitra Yadnya yang merupakan yadnya/bakti kepada leluhur, dan pastinya semua orang Bali memiliki Kemulan sebagai tempat pemujaan leluhur.
  • Tidak boleh mempersembahkan Caru. Hal ini juga bertentangan dengan tradisi yang ada di Bali. Caru sudah merupakan tradisi sejak turun temurun untuk menjaga keseimbangan para bhuta sebagai kekuatan bhuana alit maupun bhuana agung yang berguna bagi kehidupan alam semesta.
  • Tidak menggunakan hewan sebagai sesajen. Hal ini bertentangan dengan yang disebutkan dalam Manawa Dharmasastra V.40 yang menyebutkan bahwa "Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya.

Karena larangan-larangan yang disebutkan tadi, keberadaan Hare Krishna di Bali sebenarnya sudah sangat bertentangan dengan Tradisi yang berjalan di masyarakat Bali dan kebiasaan dari Desa Adat di Bali. Hal ini dapat mempengaruhi masyarakat di Bali dan sangat mengancam tradisi agama Hindu yang sudah berjalan di masyarakat. 

Contoh saja dengan pemujaan leluhur yang dilarang di Hare Krishna, hal itu saja sudah sangat melawan tradisi yang berjalan di Bali yang dimana kita sebagai umat Hindu wajib hormat kepada leluhur kita dan melaksanakan Yadnya dengan melakukan Pitra Yadnya.

Solusi dari hal ini adalah kembali lagi kepada diri sendiri. Masing-masing pribadi bebas memilih jalan kepercayaan yang dianut, selama kepercayaan itu tidak bertentangan dan masih berdasar pada tradisi yang ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline