Lihat ke Halaman Asli

Bhaity Dinda Jannaty

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Kupang

Rindu untuk Ibu

Diperbarui: 10 November 2022   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari yang ku lalui, waktu yang ku lewati, kini tak seindah warna yang dulu saat kita masih bersama. Bayang mu bahkan tak bisa kulihat. Hanya pesan, suara, dan gambar yang menjadi obat rinduku. Sudah pasti dirimu layangkan doa kerinduan mu kepada Sang Cipta untuk diriku. 

Kurasakan itu, doa mu sampai kepada ku, terbukti mengapa diriku masih bisa berjalan diatas tanah yang penuh duri ini dan terbukti mengapa aku tak gentar menghadapi suara ribut alam, ada dimana-mana, yang sangat menusuk telinga ku.

Aku biarkan suara itu melewatiku, tanpa ada yang ku ijinkan mampir di benak ku. Tak ku pedulikan keburukan tentang dirimu. Cukup Tuhan yang mengenal lebih baik tentang dirimu. Hampir raga dan batin ini tak mampu menahan takdir Tuhan yang diberikan untuk ku, namun ternyata doa mu lebih kuat dari takdir. Doa mu mampu menguatkan tubuhku dan langkah ku untuk terus melewati masalah itu.

Meskipun ku tahu, mulut tak mampu terucap, namun hati kita sesungguhnya sangat merindu. Aku dan dirimu sama. Tak pernah menunjukkan cinta dan kasih sayang saat bersama. Lalu mengapa? Di saat waktu ini tiba, disaat kita dipisahkan oleh masa depanku. Justru, ruang rindu ku bergejolak tak karuan. Ruang rinduku sangat ingin menarik waktu kebersamaan kita. Ruang rinduku ingin segera menuntut ku bertemu dengan dirimu.

Saat ini aku bersyukur. Bersyukur mendapatkan tempat yang ku anggap sebagai rumah kedua. Bersyukur, karena rumah kedua ku ini bisa menjadi tempat curahan keluh kesah ku. Dan aku bersyukur bisa merasakan kasih sayang ditempat ini. Meskipun tak sesempurna rumah pertamaku.

Tentu, bersama mu adalah tempat dimana aku bisa merasakan sepenuhnya cinta dan kasih sayang. Mutlak, jika bersama mu adalah cinta yang tak tergadaikan. Tulus dan murni.

Kini diriku hanya bisa merindu dan menangis. Hanya bisa berdoa untuk kesehatan dirimu. Untuk kebahagiaan dirimu. Dan untuk kebersamaan yang kita janjikan. Semoga Tuhan panjangkan umur diriku dan dirimu. Agar kita bisa kembali tersenyum dan bahagia bersama. 

Aku juga tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan sepanjang malam. Karena kasihan bantal tidur ku setiap malam harus dilanda air mata rinduku padamu. Mau bagaimana lagi? tentu wajar. Rindu itu pasti ada. Karena dirimu adalah Ibuku dan diriku ini anakmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline