Lihat ke Halaman Asli

Bacho HR

Pembina KNPI-USA

Generasi Muda Mencari Kembali Makna Pancasila

Diperbarui: 20 September 2023   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suku Mentawai, Photo: Henry Kurniawan

Mampukah kita dan anak cucu kita sejenak merenungi pancasila dan memahami kesaktian pancasila, ataukah kita masih membutuhkan alat bantu pengingat tentang berbagai pemberontakan di awal-awal kemerdekaan untuk kita menyimpulkan tentang apa itu kesaktian pancasila.

Pancasila yang menjadi dasar Negara dan perekat bangsa-bangsa kepulauan Indonesia tidaklah sebatas lantunan lantang di kala upacara bendera, hiasan dinding di SD inpres, atau retorika andalan terakhir para politisi ketika terhimpit dalam diskusi publik.

Haruskah kita mencari letak makna pancasila bagi generasi muda, ketika pemaknaan pancasila mulai tergerus tahun ke tahun sejak Revolusi 1945 menuju Indonesia Emas, atau kita akan terus mengulang metode orde baru untuk menakut- nakuti rakyat dan menjadikan hari-hari di bulan September layaknya malam helloween yang mencekam dan menginstruksikan masyarakat untuk selalu siaga akan kebangkitan hantu-hantu pemberontak masa lalu.

Sebagai bangsa agraria yang besar kita memahami betul makna peribahasa dimana kita akan menuai benih yang kita tabur, dan ketika kita menabur ketakutan, dan kekhawatiran di mimpi-mimpi anak bangsa sejak tahun 1965, apakah generasi penerus pasca orde baru memahami pancasila sebagai tonggak bangsa yang kokoh atau tonggak bangsa yang penuh rongga.

Lalu siapa yang salah ketika segilintir generasi muda mempertanyakan pancasila dan acuh akan kesaktiannya, siapa yang salah ketika dalam keterbatasannya mereka mencoba mendialog-kan pancasila kedalam logika-logika sederhana mereka dan menolak segala bentuk intervensi para politisi, meski dari mereka yang mengaku- ngaku sebagai akademisi.

Kesimpulan apapun yang hinggap di benak mereka bukanlah sebuah kesalahan yang harus di cerca, di hujat, di kutuk, dan di tampar dengan ketebalan buku penataran Pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4), melainkan kesimpulan- kesimpulan mereka menjadi pijakan proses agar mereka bisa memahami pancasila dan kesaktiannya dengan cara mereka sendiri.

Tantangan yang di hadapi Gen Z dan Gen millenials, bukanlah tantangan serupa yang di hadapi Pangeran Diponogoro ataupun Jendral Soedirman, sehingga akan sangat sulit buat mereka memahami kalimat tanah air sebagai tanah tumpah darah, dimana para pahlawan memberikan segala apa yang bisa di korbankan atas nama Rakyat Indonesia.

Di sisi lain mereka menyaksikan berbagai institusi Negara mengalami kebocoran anggaran, diskusi masalah korupsi di tingkat penyelenggara Negara, wakil rakyat dan pelaksana hukum sudah menjadi tontonan keseharian bertahun-tahun yang membuat mereka jengah, kecewa, murka dan putus asa.

Tidak ada seorang pun yang mampu mengobati luka kekecewaan dan trauma-trauma kebangsaan bagi kelompok Gen Z dan Millenials, jika kita meminjam orasi-orasi politik dari para pendiri bangsa macam Bung Karno, Bung Hatta, Bung Sjahrir, Bung Tomo dan Panglima Besar Jendral Soedirman sekalipun, orasi mereka tidak akan membakar semangat generasi muda hari ini, ataupun membuat hati mereka sedikit bergeming.

Pertarungan kawula muda Indonesia tidak lagi terbentang antara Kerawang dan Bekasi, atau Antara penculikan Renggas Dengklok dan Pengkhiantan Lubang Buaya. Pertarungan mereka adalah pertarungan eksistensi bangsa yang terbentang diantara Youtube dan Facebook, terbentang diantara Tik-Tok dan instagram, antara Twitter dan WA group, Pertarungan mereka adalah pertarungan menggapai asa, harapan, dan cita-cita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline