Lihat ke Halaman Asli

Rizki Surya Nuralam

(Saya bukan Politisi)

Pendidikan di Era AI: Masih Perlukah Kita Taksonomi Bloom di Tahun 2025?

Diperbarui: 10 November 2024   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua sudah tahu, bahwa Artificial Intelligence mampu mengakses, memproses, dan menganalisis informasi dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi.

Maka dari itu dunia pendidikan mencoba terus bersinergi dengan hal ini untuk tetap bisa memberikan sistem terbaharui di sekolah. Saat ini, popularitas teknologi adaptif dan platform e-learning yang berbasis AI sedang merayap dan menyebar dimana-mana, membuat siswa dapat belajar secara mandiri dan menyesuaikan materi dengan kemampuannya masing-masing.

Ada banyak platform online yang mendukung pendidikan dunia saat ini, seperti halnya Khan Academy yang menyediakan video pembelajaran, latihan, dan materi pendidikan secara gratis, selain itu Google Classroom juga memberikan layanan web gratis dengan fungsi sebagai platform pembelajaran daring untuk guru dan siswa. Sistem yang digunakan platform-platform sejenis lainnya juga dikatakan mampu memberikan sesi pengajaran secara lebih personal, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

Lalu, bagimana dengan nasib para guru disekolah, apakah mereka akan tergantikan oleh AI?

Peran guru tentunya bergeser, namun tidak berarti tergantikan oleh teknologi AI, dan ini sebenarnya bukanlah hal yang buruk. Dulu, guru adalah sumber utama pengetahuan di kelas, dan bertanggung jawab penuh atas pemahaman materi, memberikan informasi dasar, serta membimbing siswa dengan pendekatan yang lebih seragam.

Sekarang, peran guru bukan lagi sebagai sumber informasi utama, melainkan telah bertransformasi menjadi fasilitator atau pembimbing, yang mendampingi sekaligus membantu siswa memahami dan mengembangkan kemampuan unik mereka dalam lingkungan belajar yang semakin kaya akan teknologi serta aksesibilitas informasi. Perlu di ingat, bahwa semua siswa wajib dipastikan memiliki akses yang setara pada teknologi terkait, dan peran guru juga harus tetap dihargai sebagai pemandu yang esensial. 

Jadi, selama digunakan dengan tepat, hal ini adalah perkembangan positif yang memberi guru kesempatan memperdalam dampaknya di dunia pendidikan.

Kendatipun demikian, ada potensi kelemahan yang perlu diantisipasi, salah satunya jika guru tidak mendapat pelatihan yang memadai dalam memanfaatkan teknologi, mereka mungkin akan kesulitan membantu siswa mencapai keterampilan yang seharusnya didapatkan. Guru yang belum terbiasa dengan metode berbasis AI atau e-learning, pasti akan menemui tantangan saat mendalami peran mereka sebagai pembimbing. Oleh karena itu, Sudah saatnya kemampuan para guru juga harus serta merta turut dikembangkan secara merata untuk mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi para siswa. 

HOTS (Higher-Order Thinking Skills) yang mencakup kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif, yang dirancang untuk mengukur kemampuan siswa juga harus dikedepankan, bahkan seharusnya menjadi fokus utama dalam peningkatan sistem pendidikan. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan seharusnya sudah memberikan program yang tepat maupun fasilitas yang merata secepatnya.

Lalu, Bagaimana dengan Indonesia, apakah sudah menerapkan program pendidikan termutakhir terkait hal ini?

Di Indonesia, sebenarnya Kemendikbud sudah mengembangkan program pembelajaran berorientasi HOTS sejak Kurikulum tahun 2013 (K-13) lalu, dan telah mengupayakan untuk menerapkan konsep ini ke berbagai jenjang pendidikan di negara kita tercinta. Namun, hasilnya masih belum maksimal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline