Kemelut krisis pada Mei 1998 memberikan pelajaran dan juga dampak dahsyat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Suasana politik yang sedang memanas, krisis ekonomi, kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang mulai terkikis.
Hal tersebut mengakibatkan adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dan buruh di seluruh wilayah Indonesia. Kemelut krisis ekonomi - politik yang terjadi pada Mei 98, menimbulkan korban baik jiwa maupun harta benda.Tewasnya empat mahasiswa Trisakti, kerusuhan pada 13 - 15 Mei 1998, penjarahan atau perampokan, hingga rasisme kepada masyarakat keturunan Tionghoa menjadi bukti chaos yang terjadi.
Kerusuhan yang terjadi pada Mei tahun 1998, merupakan puncak akumulasi antara krisis ekonomi dan politik yang tengah terjadi pada waktu itu. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 ditandai dengan merosotnya nilai tukar rupiah akan dollar.
Padahal pada bulan juni 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar berada di angka Rp. 2.380 per dollar. Namun, secara tiba - tiba nilai tukar rupiah pada dolar melemah hingga angka Rp. 11.000. Dilanjutkan pada Juli 1998, Rupiah kembali merosot pada angka Rp. 14.150 per US$1.
Selain nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melemah, krisis ekonomi diperburuk dengan adanya utang luar negeri yang harus segera dibayarkan. Tercatat pada Maret 1998, utang luar negeri mencapai angka 138 miliar dolar AS. Sedangkan, devisa yang tersedia hanya sekitar 14,44 miliar dolar AS. Akibatnya, rupiah mengalami depresi lebih dari 80% sejak rupiah diambangkan pada 14 Agustus 1997.
Krisis ekonomi yang terjadi kala itu mengakibatkan kerugian yang luar biasa bagi Indonesia. Salah satunya adalah banyaknya perusahaan yang bangkrut. Kebangkrutan perusahaan ini menimbulkan gelombang PHK yang dialami oleh jutaan pegawai. Pengangguran melonjak sekitar 20 juta orang atau sekitar 20% lebih angkatan kerja.
Pengangguran yang meningkat berdampak langsung pada meningginya harga barang di pasar, meningkatnya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan juga. Pendapatan per kapita masyarakat anjlok dari angka Rp. 1.150 dolar/kapita menjadi Rp. 610/ kapita. Apabila hal ini tidak segera diatasi dan menemukan solusinya dua dari tidak penduduk indonesia dalam kondisi sangat miskin (catatan ILO dalam detik.com).
Selain bangkrutnya perusahaan baik sektor kecil hingga konglomerat, sektor konstruksi, manufaktur dan perbankan merupakan sektor yang terpukul cukup parah. Dikatakan bahwa, puluhan bank kecil harus ditutup sepanjang tahun 1990-an (dilansir dari situs resmi BI dalam detik.com). Tercatat, selama periode tahun 1997 - 1998 sebanyak 16 bank ditutup, dan pada 1999 38 bank juga ikut ditutup.
Kemelut ekonomi tersebut berlanjut dengan dicabutnya dana asing besar - besaran dari Indonesia. Runtutan kolaps yang terjadi pada perbankan Indonesia memberikan konsekuensi terhadap sistem pasar uang dan pasar modal yang ada. Pada puncaknya, krisis ekonomi ketika Presiden Soeharto menandatangani nota kesepahaman dengan IMF, 15 Januari 1998.
Untuk menyelamatkan keterpurukan kondisi ekonomi yang ada, pemerintah dengan memanfaatkan sektor ekspor. Akan tetapi, harapan bahwa sektor ekspor akan menyelamatkan krisis ekonomi yang ada ternyata gagal.
Momentum depresi rupiah tidak dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi. Penyebab kegagalan ini karena lalu lintas bisnis sedang tercekik akibat beban utang, ketergantungan pada barang impor, trade financing yang sulit, serta persaingan ketat pasar global. Terhitung dalam kurun waktu Januari - Juni 1998, ekpor migas turun hingga 34,1, dan pertumbuhan ekspor non - migas hanya diangka 5,36%.