Lihat ke Halaman Asli

Fenomena "Kemenangan" PKS

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa pemenang sejati di pilgub Jabar dan Sumut? Secara resmi KPUD Jabar sudah menetapkan pasangan Aher-Deddy Mizwar memenangi pilgub Jabar dengan perolehan suara 32%. Sementara hasil hitung cepat di pilgub Sumut juga memenangkan Gatot-Tengku Erry; juga di kisaran angka 32%-an.

[caption id="" align="alignleft" width="183" caption="sumber: rimanews.com"][/caption]

Ada beberapa persamaan yang layak dicatat dari dua pilgub bergengsi itu. Catatan ini layak disimak, karena setelah ini akan ada pilgub Jawa Tengah dan Jawa TImur. Di keempat provinsi besar ini tinggal hampir 50% penduduk Indonesia dan dari segi produksi menyumbangkan  43% produk domestik bruto nasional tahun 2011.

Persamaan pertama antara pilgub Jabar dan Sumut adalah, pemenangnya merupakan incumbent. Meski Gatot sebetulnya adalah wagub, namun karena Sumut 1 didakwa korupsi dan dipenjarakan, Gatot memegang kendali Sumut sejak 2011 sebagai Pelaksana Tugas.  Bagaimanapun, sebagai incumbent, keduanya memiliki keuntungan lebih dibandingkan pesaing-pesaingnya.

Persamaan kedua, baik Gatot dan Aher adalah kader inti PKS. Karena kader inti, mesin partai bekerja sangat giat untuk memenangkan mereka. Apalagi ada kasus impor sapi yang justru membuat kader partai ini semakin solid dan seolah-olah ingin membuktikan sesuatu.

Persamaan ketiga, yang juga menjadi sebab kemenangan pasangan PKS, adalah jumlah kontestan pilgub; baik di Jabar dan di Sumut ada 5 pasangan yang bersaing. Dalam berbagai pilkada, PKS senantiasa diuntungkan manakala jumlah kontestan lebih dari 4. Dan selalu kemenangan pasangan PKS di angka kisaran 30-45%. Contoh saja: kota Depok (2005: 6 pasangan calon, PKS menang dengan 44%; 2010 incumbent menang lagi dengan 41% mengalahkan 3 pasangan pesaing), Kab Bekasi (6 pasangan calon, PKS menang dengan 25% lebih sedikit; periode kedua incumbent kalah; salah satu sebabnya adalah karena hanya ada 3 pasangan kontestan), Kab Cianjur (4 pasangan, PKS menang dengan 34,4%, periode kedua PKS kalah).

Melihat data di atas, sudah selayaknya jika kader PKS tidak terlalu kelewat percaya diri, apalagi mimpi memenangi pemilu 2014. Ingat, persentase dukungan yang diperoleh berada di level 30-40%. Itu pun dari suara sah yang mencoblos. Mereka yang tidak mencoblos atau Golput presentasenya lebih besar dari yang diperoleh PKS ( di Jabar 35%, di Sumut sekitar 50% dan di daerah lain pun sekitar 30-40% golput). Jika dihitung dari total pemilik suara termasuk mereka yang golput, maka ril dukungan kepada pasangan PKS tak lebih dari angka 15-20% saja. Nah, kalau incumbent, sudah berkirah 5 tahun, tapi hanya dipilih oleh 15-20% rakyat, bukankah itu artinya mereka gagal?? Bandingkan dengan Jokowi ketika pertama terpilih jadi walikota Solo hanya mendapat 37% suara, pada periode kedua ia manangguk 90% suara!

Untuk pilgub di daerah seksi berikutnya (Jateng dan Jatim), saya rasa PKS tidak akan terlalu berkibar. Di Jateng, dengan hanya 3 calon, dan merupakan basis PDIP, rasanya pasangan yang didukungnya bersama 7 partai lain akan terseok di urutan buncit. Untuk Jatim, kalau ingin ikut jadi pemenang, rasanya PKS harus merapat kepada figur incumbent, Soekarwo.

Nah, lihatlah kemenangan dengan jernih dan jujur. Ingat, tidak mengenal hari ini bakal berakibat salah membaca hari esok!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline