Lihat ke Halaman Asli

Bey Aptiko Istiqlal

Mager produktif

Kitab Tafsir Al-Ibriz

Diperbarui: 25 Desember 2021   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Alquran adalah kitab suci umat Islam di dunia. Di dalamnya terdapat 114 surah, 6.214 ayat, yang terhimpun dalam 30 juz dan 60 hizb. Beberapa ilmu-ilmu pokok kebahasaan seperti ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan mantiq lahir dari rahim Alquran. Selain itu pula, kitab suci ini memiliki cabang-cabang keilmuan yang beragam. Ilmu-ilmu tersebut ada yang berfungsi sebagai pengantar atau washilah untuk mengetahui makna-makna yang terkandung di dalamnya.

Salah satu ilmu mayor Alquran yang sering dikaji semenjak kelahirannya hingga kini adalah ilmu tafsir. Tujuan utama ilmu ini adalah untuk menerjemahkan bahasa langit (Alquran) ke bahasa bumi (bahasa manusia). Dalam menerjemahkan kalam Ilahi menggunakan ilmu tafsir, terdapat beberapa corak dan metode yang beragam. Sebagai mana Alquran yang bersifat sesuai pada setiap situasi dan kondisi, seperti itu pulalah produk penafsirannya.

Mansuknya Islam ke tanah Nusantara khususnya Indonesia menyebabkan ilmu tafsir juga dengan mudahnya masuk ke mari. Ilmu tafsir bukanlah sebuah hal yang baru di bumi Nusantara ini. Tercatat beberapa ulama Nusantara pernah melakukan penafsiran terhadap ayat-ayat suci Alquran. Bahkan beberapa di antaranya melakukan penafsiran seluruh ayat Alquran. 

Corak, metode, bahkan bahasa yang digunakan oleh penafsir satu dengan penafsir di Nusantara yang lain juga tidak jarang sering mengalami banyak perbedaan. Hal ini juga yang menjadikan khazanah penafsiran Nusantara ini semakin unik serta menarik untuk dikaji. Tercatat salah satu produk tafsir karya KH. Bisri Musthofa merupakan salah satu jenis tafsir ulama Nusantara yang menarik untuk dikaji. Bagaimana tidak? KH. Bisri Musthofa dalam menafsirkan ayat-ayat suci Alquran tidak menggunakan bahasa Arab atau bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Beliau menggunakan bahasa Jawa dengan aksara Arab pegon untuk menafsirkan ayat demi ayat yang terdapat dalam Alquran.

BIOGRAFI KH. BISRI MUSTHOFA

KH. Bisri Musthofa merupakan ayahanda dari KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) dan KH. Cholil Bisri (ayahanda Gus Yahya Cholil Staquf dan Gus Yaqut Cholil Qoumas). Sosok KH. Bisri Musthofa selain dikenal sebagai kiai, beliau juga dikenal sebagai budayawan, politisi, penulis, hingga salah satu pejuang kemerdekaan NKRI. Beliau lahir pada tahun 1914 di Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah. 

Beliau merupakan seorang putra dari pasangan KH. Zainal Musthafa dan Nyai Siti Khadijah. Nama lahir beliau adalah Mashadi yang kemudian diganti dengan nama Bisri setelah beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1923 M bersama ayah, ibu, serta saudaranya. Ketika hendak kembali ke tanah air dari pelabuhan di Jeddah, ayah beliau wafat disebabkan sakit yang dialami beliau.

Sekembalinya dari tanah suci, beliau melanjutkan pendidikannya dengan mengaji di beberapa pesantren yang ada di Jawa Tengah khususnya di Rembang. Semasa hidupnya, beliau juga pernah belajar kepada Kiai Ma’shum, sahabat karib KH. Hasyim Asy’ari. Selain itu, beliau juga mengkaji ilmu-ilmu agama hingga ke Jawa Timur, tepatnya ke tempat Kiai Dimyati Pacitan, Jawa Timur.

Selain belajar dengan ulama-ulama di tanah Nusantara, beliau juga melanjutkan pendidikan agamanya ke beberapa ulama besar di negeri Hijaz. Tercatat pada tahun 1936 beliau hijrah ke Makkah untuk mengambil ilmu kepada ulama-ulama seperti Sayyid ‘Alawi al-Maliki (ayah dari Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki; guru dari ulama-ulama besar di  Indonesia), Syekh Hamdan al-Maghribi, KH. Bakir, dan masih banyak lagi.

Beliau wafat pada tanggal 16 Februari 1977 pada usia 63 tahun.[1]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline