Lihat ke Halaman Asli

Naviz De Vinci

Pembelajar di Universitas Maiyah

Membaca di Jerman

Diperbarui: 15 Mei 2017   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Satu hal yang selalu saya kagumi ketika masuk di rumah orang Jerman adalah jajaran ratusan buku di beberapa rak yang tertata rapi. Dari rak buku bacaan anak-anak, rak kamus berbagai bahasa, tokoh, novel, dongeng dan juga rak Negara-negara di Dunia. Saya sering menemukan anak jerman dalam satu pekan menghabiskan satu atau buku yang jumlah halamannya bisa diatas 600-an.   Dalam sebuah wawancara banyak anak SD yang mampu membaca sampai 100 buku dalam satu tahunnya. Dunia anak memang dunia imajinasi, buku menjadi stimulus terbaik sumber pengetahuan baru bagi mereka. Dunia anak Jerman sangat jauh dari agenda menonton televisi atau bermain handphone berjam-jam. Jika tidak sibuk membaca atau bermain dalam rumah ketika cuaca bagus pasti lebih memilih permainan-permainan outdoor.

Sedang orang-orang dewasa baik ketika pergi liburan atau dalam perjalanan di tram, sbahn atau kereta hampir 80% nya membawa buku dan membacanya. Sejarah mesin cetak pertama juga ditemukan di Jerman. Secara emosional mereka mungkin masih sangat terikat dengan dampak penemuan mesin cetak tersebut. Animo masyarakat Jerman terhadap buku cukup tinggi. Setidaknya sekali dalam sepekan mayoritas (lebih dari separoh) masyarakat Jerman membaca buku. Sebanyak 53 % orang Jerman membeli buku untuk keperluan pribadi, dan 38 % membeli buku untuk dihadiahkan kepada orang lain.

Baru-baru ini di Surabaya ada seorang pemuda Jerman yang menaiki Sepeda sambil menawarkan Buku. Pemuda jerman yang bernama Ruben Gradl (Turis yang sedang mempelajari musik Indonesia) bersahabat dengan Asoka yang mengontrak sebuah rumah untuk dijadikan perpustakaan sederhana. Tentu banyak lagi perjuangan untuk menggiatkan budaya membaca di berbagai pelosok Tanah Air. Kesadaran pentingnya membaca terus dicoba untuh dikembangkan. Sebab, bangsa yang tidak membaca ibarat ruang tak berjendela dan malam tanpa cahaya rembulan. Juga tanpa membaca kita tak pernah tahu betapa hebatnya nenek moyang kita, dan tentu juga menghargai darah serta nyawa pahlawan yang telah berjuang memerdekakan Negara ini.

Kembali pada membaca, ayat pertama yang diturunkan dalam Kitab suci Umat Islam adalah Iqro! (Bacalah). Tentu membaca disini bukan hanya berhenti dalam membaca teks buku. Membaca teks dalam buku adalah suatu keharusan, yang lebih lagi ialah membaca tanda-tanda kekuasaan Tuhan dalam diri kita, membaca alam, membaca semesta dan puncaknya adalah Bacalah Muhammad. Membaca kehidupan, sejarah diciptakannya Nur Muhammad. Mula segala akhir. Selamat membaca, minimal mensyukuri kita masih dianugrahi mata.   

***Bersambung***

#writingchallenges15

Nafisatul Wakhidah

Zwiefalten, 15 Mei 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline