Lihat ke Halaman Asli

Betrika Oktaresa

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Cerpen | Berbeda

Diperbarui: 12 Maret 2020   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: weheartit.com

Seorang wanita berambut lurus sebahu baru saja menaruh secangkir kopi americano di mejanya. Di depannya, duduk seorang lelaki yang terlihat sebaya, serius membaca komik legendaris karya Akira Toriyama, Dragon Ball nomor 35, yang sudah dibacanya berkali-kali, bergantian dengan nomor yang lainnya. 

Brescia, nama wanita itu, sesekali melirik lelaki di depannya, yang terlihat terlalu tekun membaca. "Ramya, lo tuh ngapain sih, baca komik yang sama berkali-kali gitu," tanya Brescia dalam hati sambil tersenyum. Ia tak perlu menanyakannya lagi, karena sudah Ia tanyakan enam tahun yang lalu. Saat awal-awal mereka mulai berpacaran.

"Ya gue seneng aja, ini bikin gue rileks dan happy, so why not?" jawab Ramya yakin waktu itu.

Tanpa Brescia sadari, Ramya pun sesekali memandang Brescia yang sedang hanyut dalam lamunannya. Pandangan wanita itu serius menembus jendela kaca sebuah kedai kopi ke jalanan Pondok Indah yang ramai berlalu-lalang kendaraan dan manusianya. Ramya sudah terbiasa melihat aktivitas itu. 

Ia rasa lamunan itu adalah lamunan kreatif yang membuat pacarnya berhasil menjadi seorang novelis wanita ternama ibukota. Tiga novel bestseller yang diciptakan dalam waktu dua tahun menggambarkan derasnya aliran ide Brescia. Dan Ramya menjadi saksi lahirnya tiga karya itu. Pun demikian dengan Brescia, yang terus menemani Ramya menapaki karirnya sebagai seorang peneliti, sejak saat menjadi konsultan peneliti di perusahaan startup, hingga kini menjadi R&D Manager di sebuah perusahaan multinasional terkemuka.

"Brescia?"

Brescia terbangun dari lamunannya. Ia mencari dari mana datangnya suara panggilan itu. Menoleh ke kiri, tidak ada siapapun yang Ia rasa mengenalinya.

"Hey, gue disini!" suara seorang lelaki yang berdiri di belakang Brescia.

Ramya secara singkat bisa mengidentifikasi keberadaan lelaki itu, karena memang sosok berbadan tinggi bak pemain basket dengan tattoo di lengan kanannya itu tepat berdiri di depan pandangannya. "Siapa nih orang?" tanya Ramya kesal dalam hati.

"Itu di belakangmu," kata Ramya sambal memoncongkan bibirnya seakan memberi tanda.

Brescia kemudian menengok. "Hah? Ya ampun! Byan! Apa kabar lo?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline