Lihat ke Halaman Asli

Kisah TKW di Balik Jeruji

Diperbarui: 18 Juni 2015   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di keheningan malam seorang perempuan bernama Lina, berusia kurang lebih 18th, mencoba menatap sebuah pantulan cahaya dibalik besi-besi yang mengelilinginya,cahaya itu adalah rembulan dikelilingi bintang bersinar terang menambah indahnya suasana malam, namun dibalik keindahan itu ia tidak dapat menikmatinya. karena pantulan itu berasal dari luar dan berada tepat diatas bangunan tempat ia tidur. ruangan sepanjang 4 Meter dan lebar 3 Meter dengan 1 toilet, I kran air yang digunakan sebagai tempat mandi dibatasi oleh tembok setinggi lutut orang dewasa dan ditempati 6 (enam) orang termasuk Lina. Dengan beralaskan 2 buah kasur berukuran 50cmx100cm yang terbuat dari busa, I kasur untuk 4 orang menghadap kearah selatan dan 1 kasur untuk dua orang menghadap kearah timur karena tempatnya terlalu kecil.

“Muster..Muster..”

Teriak salah seorang petugas penjara Johor setiap jam 05.00 membangunkan semua penghuni penjara yang berjumlah 245 Banduan dengan 20 kamar dan 1 kamar penampungan untuk penghuni yang belum dapat bilik. Orang hamil, punya anak, dan berpenyakit ditempatkan ditempat terpisah, bilik bawah berisi 10 hingga 15 orang. Pintu sel terbuka secara otomatis kemudian seluruh penghuniduduk bersila untuk dihitung, dalam satu hari mereka harus melakukan Muster(baca: berbaris) selama 1 jam sebanyak 7 kali selebihnya duduk berbaris seharian mulai Pukul 6 pagi sampai 6 petang dan menunggu waktu makan, namun harus berdesak-desakan untuk mendapat jatah nasi. Kalau tidak, tentu akan dapat nasi agak mentah.. Jika salah seorang membuat masalah semua penghuni penjara semua akan mendapat hukuman yakni dijemur dibawah terik matahari atau dipukul dengan rotan, tiap ruangan harus bersih jika tidak, orang yang tinggal ditempat itu harus menjilat lantai sampai bersih.

Sudah hampir 1 bulan perempuan berambut sebahu yang berasal dari porong Sidoarjo-Jawa timur itu tidak dapat menikmati indahnya sang rembulan malam yang tersenyum kepadanya. Di sudut Bilik Nomer 14 tempat para ‘Banduan’ muda (baca:tahanan dibawah umur) matanya berkaca-kaca mengingat kembali peristiwa yang membawanya ke Penjara Kluang Johor-Malaysia.

“Ibu harap kamu dapat menerima pinangan dari tetangga sebelah karena jika ditolak keluarga kita pasti akan menanggung malu”

“Tapi bu, Lina masih ingin mencari uang untuk membahagiakan dan meringankan beban ibu”

”Ibu akan bahagia jika melihat kamu menikah dan punya anak”

Di gubuk kecil itu Lina hanya tinggal bertiga dengan ibunya yang sering sakit-sakitan dan pamannya, ayahnya meninggal pada saat dia masih kecil. Setelah Lina menikah ia tinggal dirumah barunya bersama suaminya. Rumah tangga mereka hanya bertahan selama enam bulan. Lina sering dipukul dan dicaci maki oleh suaminya yang malas bekerja.

Omongno karo babhonmu” (bilang saja sama ibumu: Bhs.jawa)

“Lina masih bisa sabar walaupun mas sering memukul Lina tetapi Lina tidak terima jika Ibudipanggil “Babhon”, ibu Lina bukan hewan kenapa dipanggil seperti itu, Lina tidak akan pernah memaafkan mas”

Lina sebenarnya tidak bisa bahasa Jawa tetapi ia mengerti apa yang diucapkan, dia begitu sayang pada ibunya dan tidak mau orang lain menghina ibunya. Berkali-kali suaminya minta maaf namun nasi sudah menjadi bubur walaupun masih bisa dimakan rasanya pasti akan lain, dengan sakit hatinya Lina pergi meninggalkan ibunya dan menjadi TKW(Tenaga Kerja Wanita) lewat PJTKI(Penyalur Jasa dan Tenaga Kerja Indonesia ) di Surabaya.

“Ibu, Lina sudah tidak tahan hidup dalam kemiskinan dan suami yang tidak bertanggung jawab, Lina akan merantau dan mencari rejeki di Negara orang siapa tahu sepulangnya nanti kita bisa beli rumah dan pindah jauh dari sini”

“Baiklah nak, kalau itu memang keinginanmu, doa ibu bersamamu”

Walaupun berat hati ibunya harus melepaskan kepergian anak satu-satunya karena tidak ingin mengecewakan untuk kedua kalinya.

Lina dijanjikan bekerja di sebuah Restaurant di Malaysia iapun menandatangani kontrak kerja dengan PJTKI itu. Sampai di negeri jiran rupanya gadis yang hanya tamatan SMP itu dipekerjakan menjadi pembantu rumah tangga di rumah orang berbangsa China yang berkewarganegaraan Melayu. Lina tidak bisa menolaknya karena dia tidak tahu pada siapa harus melapor. Tiap hari Lina harus memandikan 6 ekor anjing yang ukurannya hampir sebesar tubuhnya, juga makan-makanan ala China yang digoreng dengan minyak babi atau bahkan makan babi yang dimasak dengan kecap. Ia harus mengikuti budaya China karena tinggal bersama mereka dan kalau melanggar pasti akan dimarahi atau tidak dapat jatah makan.

“Allahu Akbar…Allahu Akbar…..Allahu Akbar…

Lailahaillalahuallahu Akbar…

Allahu Akbar Walillahilham….”

Suara takbir yang ditunggu seluruh umat muslim untuk merayakan Idul fitri menggema mengisi ruang-ruang kosong didalam kamar itu, sambil memandang potret ibunya tak terasa air matanya mengalir membasahi pipi, Lina tiba-tiba teringat saat-saat merayakan lebaran dikampung halamannya.

“Tuhan..begitu berat ujian yang engkau beri pada hamba, jangan cabut nyawa hamba hari ini tuhan, karena tubuh hamba yang najis ini belum siap untuk menghadapmu tuhan…”

Dengan tekad bulat akhirnya Lina melarikan diri dari majikannya yang kebetulan sedang keluar shopping. Atas tawaran dari teman yang dikenalnya kemudian dia menjadi tukang masak dan melayani para konsumen. Di kantin yang tidakseberapa besar itu ia tinggal bersama dua perempuan yang berasal dari Jawa Tengah dan Riau serta sepasang suami istri pemilik kantin itu, Segera dia mandi pasir berharap agar najis di tubuhnya hilang. Selama ia berada di negeri jiran itu hanya 2 kali dalam setahun bisa mengirim uang kekampung halamannya.

Malam kian larut, suara jangrik bersaut-sautan seakan ingin menceritakan sebuah rahasia alam, suara-suara itu makin hilang seakan dipaksa untuk bungkam oleh drakula penghisap darah, malam begitu menakutkan entah apa yang tersirat dibalik kesunyian malam itu…..

”Kenapa kamu belum tidur?

”Entah kenapa perasaan ku tidak enak malam ini”

Seakan tahu sesuatu akan menimpanya mata Lina sulit untuk dipejamkan. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu bertubi-tubi.

“Tunjukkan pasport, IC(Identity Card), permit atau tanda pengenal lainnya dan ikut kami ke balai Polis”

10 Lelaki yang tidak mamakai seragam itu adalah imigresen(petugas imigrasi), mereka masuk ke rumah sepasang suami istri itu.

Pandangan Lina mulai gelap dan ia tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun seakan lidahnya beku , dengan tangan diborgol perempuan yang berkulit sawo matang itubersama 2 orang temannya digelandang ke kantor polisi. Selama dua minggu ia menunggu di rumah tahanan sementara di Alor Gajah-Melaka untuk diadili, selama itulah dia mencoba hadapi kenyataan pahit itu, kendati tiap hari harus dicaci oleh petugas panjara itu bahkan untuk makan pun harus dijemur di bawah terik matahari

Suasana di ruang pengadilan itu begitu menegangkan, dipimpin oleh 1 hakim, 2 pengacara, dan 1 orang membacakan tuntutan, dibelakang tempat Lina berdiri terlihat beberapa anggota polisi serta petugas imigrasi mereka berbangsa melayu.

“Lina ariyanto, dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda RM.10.000,-(25Jt) apa permohonan terakhirmu”

Pandangan Lina mulai kabur, suara hakim seakan tidak dapat terdengar. Namun ia mencoba menggerakkan lidahnya danmengucapkan kata-kata semampunya.

“Saya mohon tuan hakim memberikan keringanan hukuman kasihan keluarga saya di rumah...Saya korban penipuan..saya betul-betul tidak tahu..”

Hakim kemudian mempertimbangkan kembali putusannya setelah mendengar pemaparan dari dua pengacara itu.

”Hakim memutuskan hukuman 5 bulan tanpa denda”

”Tidakk...”

Lina berteriak histeris kakinya hampir tidak dapat digerakkan, tidak terbayangkan apa yang terjadi keluaganya jika ia tidak mengirim uang ke kampung dan bagaimana masa depannya di penjara. Kemudian dia dipapah oleh 2 polisi perempuan menuju sebuah kurungan yang terletak diluar ruang pengadilan. Lina bersama 100 lebih orang yang tidak memiliki dokumen lengkap mengikuti proses pengadilandi Melaka, selanjutnya mereka dikirim ke penjara Kluangditempuh dalam 4 jam perjalanan naik Lori(truk). Tempat itu dikelilingi pohon sawit, tembok yang begitu tinggi dengan besi-besi yang berduri di tiap sudutnya terdapat sebuah kamera. Tangannya yang masih dirantai besi dan dikawal perempuan memakai seragam warna cokelat Lina masuk ke ruangan yang disebut Pejabat Rekod (kantor administrasi).

”Duduk dibawah dan jangan buat bising kat dalam ni lepas tu check body mana tahu ada orang simpan benda tajam ”

Suara perempuan melayu itu seperti memecahkan gendang telinga setiap orang di ruangan itu.

Dengan memakai baju warna putih, satu persatu para tahanan masuk bilik tahanan kemudian dilakukan chek body lagi. Terlihat salah seorang banduan berdiri

”Baris sedia.. selamat petang puan!”

Suaranya begitu lantang, dia adalah pemimpin barisan yang kesemuanya memakai seragam putih seperti penghuni rumah sakit jiwa. Seragam itu basah dan kering dibadan karena mereka hanya mendapat sepasang. Lina berjalan menuju rumah barunya di penjara itu terlihat sorotan mata memandang tubuhnya mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki, banyak hal yang terlintas dalam pikiran mereka karena perempuan muda yang masuk disana kebanyakan adalah korban penipuan.

”Lina kenapa kamu menangis, Apa yang sedang kamu pikirkan?”

Temannya menegur Lina yang sedari tadi termenung di ruang tahanan.

”Ah, ga’ papa kok aku cuma rindu Ibu di kampung dan aku tidak mungkin pulang dalam keadaan begini, aku malu dengan tetangga di rumah”

”Kenapa kamu harus malu, satu pelajaran berharga yang dapat kamu peroleh disini adalah ternyata ada yang lebih menderita dan lebih berat dari masalahmu, Kesya yang tinggal di bilik bawah hamil 5 Bulan dia adalah korban perkosaan yang dilakukan oleh majikannya dan enggan bertanggung jawab sehingga dia lari dari tempat kerjanya”

”Yati yang tinggal di bilik sebelah, 5 tahun tidak pernah pulang ke kampung halamannya. Dia dijanjikan gaji besar kenyataannya tidak sesuai dengan kontrak perjanjian sampai sekarang ia tidak berani pulang karena hutang-hutangnya pada saat pemberangkatan belum dilunasi.” Ucap kawan-kawan Lina yang selalu memberikan motivasi.

***

Lina adalah salah satu penghuni Penjara Kluang Johor Malaysia yang pernah menjadi TKW diantara ribuan bahkan jutaan orang yang pernah gagal atau berhasil mencari nafkah di negeri orang. Mereka juga tidak tahu bagaimana harus malaporkan diri ketika mendapatmasalah di Negeri orang


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline