Lihat ke Halaman Asli

Pendakian Menuju Puncak Persahabatan #1

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seumur hidup saya mungkin saya tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang pendaki. Mempertaruhkan jiwa dan raga saya ditebing kematian. Ya, siapa pun pasti tidak akan pernah menyangka si kecil yang lemah ini pernah mencicipi indahnya bertarung dengan maut untuk menggapai puncak salak 1.

Rasa sakit hatilah dari pengkhianatan seorang teman dan rasa bertanggung jawab seorang pemimpin yang memacu semangat saya menggapai puncak ketinggian 2211 meter dari permukaan laut.

Mungkin awalnya pendakian ini ketidak sengajaan atau pelariaan semata. Tapi siapa sangka di dalam pendakian ini Tuhan telah menyisipkan beberapa makna hidup yang bisa saya cerna.

Saya mungkin tidak akan pernah tahu arti sahabat, andai saja saya tidak pernah ikut dalam pendakian itu. Dan mungkin tidak akan pula bisa menikmati rasa solideritas tingkat tinggi dari seorang sahabat. Dan yang terakhir, mungkin saya tidak akan pernah tahu arti sebuah pengkhianatan seorang teman.

***

Sekedar memutar klise memori hidup saya. Pada akhir tahun 2003, saya dan beberapa teman sepakat ingin menyambut awal tahun 2004 di puncak. Dengan dana pas-pasan, segalanya telah diatur sedemikian rupa.

Tapi urusan tempat/ villa, belum bisa terpecahkan. Waktu yang mepet dan dana yang kegencet, menjadi kendala utama kami...hehehe
Tapi saya tidak menyerah sampai disitu. Segala jurus kudu saya keluarin, kudu dapat, kudu murah, dan kudu gratis kalau bisa sich...hahaha

Sampai akhirnya seorang teman datang menawarkan solusi buat saya. Entah jin mana yang memberi tahu dia, kalau saya lagi butuh villa...hehe

Lisa, panggil saja namanya begitu, jangan panggil kutu ya. Bisa marah dia...hahaha
Dengan bibir manisnya, tapi masih kalah manis sich sama gulaa...hehe
Lisa berusaha meyakinkan saya. Padahal, beberapa teman saya yang lain meragukannya. Soalnya didahi lisa terpampang cap merah...

Tapi saya berusaha meyakin meraka. "tidak ada salahnya kita memberinya kesempatan untuk berubah kan!"
Akhinya kami pun sepakat untuk menerima solusi dari lisa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline