Lihat ke Halaman Asli

Demo Blue Bird: Berkacalah dari Tukang Jahit

Diperbarui: 16 Maret 2016   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Demo transportasi online(grab taksi) berjalan mulus. Sopir-sopir Blue Bird memimpin protes di barisan paling depan.Pokoknya harus tutup! Presiden Jokowi pun bersuara. Beliau berpesan “Sebaiknya tuntutan itu dikaji dulu. Perlu akomodir kebutuhan warga kebanyakan.” Mengapa sopir-sopir Blue Bird paling ngotot protes?


Saya teringat anekdot seorang sastrawan Irlandia. Namanya George Bernard Shaw. Dia mengatakan bahwa satu-satunya manusia yang berperilaku waras adalah penjahitnya. Setiap kali memesan jahit celana, penjahit itu selalu mengukur tubuhnya. Sedangkan orang lain memakai ukuran lama meski kondisi riil berubah.


Anekdot ini tidak lucu, ya tetapi syarat makna. Kehadiran tranportasi online adalah siklus perubahan. Persis seperti perilaku penjahit. Dia selalu mengukur tubuh yang sama. Sebab perubahan itu mengalir(panta rei). Demikian Heraklitos mengingatkan dinamika perubahan.Apa korelasinya dengan aksi demo transportasi online(daring)?


Kehadiran transportasi online ini tidak diantisipasi oleh perusahan Blue Bird. Sudah pasti selama grab taksi beroperasi maka omzet Blue Bird terguncang anjlok. Pelanggan lama menghilang begitu saja. Grab taksi hanya menyediakan fasilitas online. Pelanggan bisa mengakses grab taksi dengan praktis dan murah. Tidat ribet.


Mengapa Blue Bird memilih protes dan tidak “berdaptasi” dengan perubahan ini? Blue Bird bisa menyiapkan aplikasi online. Harga juga bisa disesuaikan. Apalagi, Blue Bird sudah menjadi brand transpotasi umum yang sudah punya nama. Inilah sikon yang tidak disigapi. Malah memilih protes. Tidak salah. Perubahan itu dinamis.


Setiap perubahan punya tantangan. Memilih mendaku pola lama atau beradaptasi? Barangkali yang merasa rugi dengan kehadiran transportasi online adalah pebisnis transportasi tradisional. Mereka masih menggunakan paradigma lama menjalani roda bisnis. Padahal kehadiran teknologi sudah membantai model bisnis tradisional.


Meski kehadiran transpotasi online menyisahkan persoalan tetapi sudah membantu warga. Salah satu persoalannya adalah pajak. Mobil plat hitam berfungsi ganda. Angkut penumpang dan memenuhi kebutuhan trasnpotasi pribadi. Mungkin ini yang perlu dibenahi. Ini juga alasan sakti Blue Bird dan kawan-kawan mengajukan protes.


Ini tugas pemprov DKI. Dan, kehadiran trasnportasi online ini sudah ddirestui oleh Ahok sendiri. Kita masih ingat kehadiran gojek dan grab bike. Awalnya dari sini. Kemudian, muncul grab taksi. Jadi, tidak salah juga jika grab taksi beroperasi. Namun ada pertanyaan yang sangat mengganggu? Siapa yang merasa beruntung?


Mari kita menguji keuntungan kehadiran trasnportasi online. Trasnportasi online bermodal pada kendaraan pribadi. Perusahaan grab taksi hanya fasilitator. Keuntungan dibagi merata. Sopir grab taksi mendapat profit(persen) dari perusahaan grab taksi. Perusahaan juga menarik sekian persen dari sopir di medan.


Keuntungan terbesar adalah publik. Murah, praktis, dan cepat. Baik publik maupun sopir grab taksi memberi keuntungan masing-masing. Keuntungan itu terjadi secara mutualisme. Termasuk perusahaan yang menyiapkan fasilitas online. Sedangkan bicara soal kerugian maka perusahaan Blue Bird dan taksi umum lain merasa rugi.


Kerugian paling dahsyat adalah perusahaan taksi. Omzet perusahaan bisa-bisa mengerucut ke titik nol. Biaya operasional taksi tidak sedikit. Sementara income tidak berbanding lurus dengan outcome. Di tengah situasi gawat seperti ini, cepat atau lambat taksi-taksi resmi siap gulung tikar. Para sopir siap di-PHK-kan serentak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline