BENANG-BENANG LUKA
Oleh Betrix Aran
Namanya CM d A. Bola mata wanita tua itu sontak terbelalak. Keraguannya memuncak saat air panas yang digenggamnya pada sebuah cerek plastic tumpah mengenai lengannya. Wanita tua itu memalingkan wajahnya. Seperti sebilah bambu tajam, demikian juga luka pada dada kirinya. Bibirnya komat-kamit layaknya berbicara pada bayangan sendiri.
Morena, tetangga sebelah, mendatangi rumahnya. Pertemuan singkat kedua wanita itu nampak cengar-cengir. Wanita selalu mempunyai kebiasaan membicarakan akibat meski tanpa sebab, jawaban meski tanpa ada pertanyaan dan selalu mengetahui yang masih menjadi misteri.
Cepat-cepat kulangkahkan kakiku meninggalkan mereka, membuang dahak di luar rumah pun meminta izin agar wanita tidak mudah tersinggung. Perasaan demi perasaan kental dengan segala tetek-bengeknya.
Lelaki itu dari negeri seberang. Pilihan menjadi warga negara Indonesia adalah pilihan tesulit antara cinta dan rasa memiliki sesama saudara. Itulah yang-bagiku sesuatu yang cukup istimewa dan unik. Bukan pilihan remeh-temeh dan sekedar gagah-gagahan. Sekiranya keputusan untuk menetap adalah mutlak, maka cinta juga masih menjadi teka-teki. Tapi apalah artinya cinta kalau rindu juga masih terbunuh sepi? Apalah artinya kesetiaan kalau hati masih tebentang jarak yang menggelisahkan?.
Anak dari wanita tua itu, menyelesaikan studi di sebuah Univesitas tenama. Semasa mengenyam pendidikan, pola pergaulan dengan kerabat di bebeapa kampus menjadikannya pibadi yang tangguh dan memiliki relasi yang cukup akrab dengan semua orang baik kalangan dosen, jurnalis, anggota dewan bahkan golongan narasumber- untuk beberapa topic diskusi yang disuguhkan. Perkara cinta menjadi perkara paling buta untuk dimengerti dan sulit untuk dipahami.
Baginya-cinta adalah proses. Beragam kegiatan yang diselenggarakan di kampus dan di luar kampus, diikuti tanpa harus membuang kesempatan. Dan, aku selalu percaya bahwa sosok perempuan seperti itu akan-menjadikan lingkungan sosial sebagai musuh yang harus dicintai. Ia serorang aktivis, kira-kira begitu kalimat yang selalu keluar dari setiap mulut yang kujumpai.
Berwatak keras dan berpendirian teguh. Beparas elok dengan alis mata bulan sabit serta rambut pirang seperti ayahnya. "Mungkin saja, dahulu ibunya sangat doyang dengan orang eropa, sehingga setelah ia dilahirkan, ibunya meninggalkan ayahnya," kata Alfan bebeapa tahun yang lalu persis di rumah wanita tua itu usai dilangsungkannya upacara adat.
Pertemuan lelaki negeri seberang dan wanita itu terjadi di ibu kota kecamatan.
Wanita yang selalu menganggap laki-laki sebagai biang dari rusaknya kehormatan wanita-menjadikan laki-laki sebagai subjek runtuhnya matabat perempuan.