"Oi... Penonton!!!" Ucap seorang pemain dari atas panggung kepada penonton
"ooiii....." Balas penonton
Kamu pasti pernah mendengar kata-kata tersebut di salah satu stasiun televisi bukan? Seperti itulah interaksi antara penonton dengan pemain Lenong. Biasanya, interaksi tersebut dilakukan sesering mungkin antara pemain dan penonton. Namun, kini Lenong Betawi sudah jarang kita saksikan di televisi. Padahal, salah satu cara agar Lenong Betawi tetap eksis dan lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah lewat televisi, terutama diperuntukan bagi masyarakat Jakarta yang mungkin masih banyak kurang tau atau lupa mengenai Lemong Betawi.
Lenong Betawi merupakan adaptasi dari sebuah komedi Stambul dan teater Bangsawan yang dimainkan oleh bermacam suku dan bangsa dengan bahasa Melayu. Melihat dari situ masyarakat Betawi pada awal abad ke-20 mulai membentuk pertunjukkan seperti itu dan kemudian disebut dengan Lenong Betawi.
Lenong Betawi berbeda dengan teater lainnya, tidak seperti teater lainnya yang memiliki naskah justru pada Lenong Betawi para pelakon tidak memeliki naskah atau plot sehingga sering dimainkan semalam suntuk. Jumlah pemain dalam pertunjukkan Lenong Betawipun tidak terbatas, terganting kebutuhan ceritanya. Setiap pertunjukkan Lenong biasanya bisa sampai lebih dari 10 pemain. Selama pertunjukkan berlangsung, Lenong Betawi diiringi dengan alunan musik Gambang Kromong.
Karena Lenong Betawi berasal dari masyarakat betawi, logat yang diucapkan pun logat asli Betawi yang identik dengan ucapan kata terakhir berakhiran e, seperti misalnya kenape, ape, atau yang lebih sering diucapkan nape atau ngapa, siape yang juga lebih sering diucapkan sape, aje, dan lain sebagainya. Keunikan yang terdapat pada Lenong Betawi terletak pada interaksi antara pemain dengan penonton. Pemain Lenong Betawi sering berinteraksi dengan penonton selama berjalannya pertunjukkan dengan candaan yang khas para pemainnya menimbulkan suasa meriah dan apa yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton.
Sebenarnya Lenong Betawi terbagi menjadi dua genre, yaitu genre Denes dan gendre Preman. Biasanya pada Lenong genre preman, cerita yang dibawakan lebih sering menceritakan tentang kehidupan sehari-hari dan bahasa yang digunakan pun bahasa sehari-hari. Karena sederhana, pakaian yang digunakan tidak terlalu formal. Sedangkan pada genre Dines penampilannya lebih rapi dan cerita yang dibawakan merupakan kisah-kisah kerjaan atau kaum bangsawan. Bahasa yang digunakan pada genre ini merupakan bahasa Melayu halus.
Sebelumnya, Lenong Betawi dipentaskan di pinggi jalan ibu kota serta di acara-acara pernikahan. Namun, pada tahun 1970, Lenong Betawi mulau dipentaskan secara rutin di Taman Ismail Markzuki (TIM). Dengan berkembangnya zaman dan arus modernisasi, kini Lenong hanya ditampilaknn 1-3 jam, padahal dahulu Lenong bisa ditampilkan semalam suntuk. Jika kamu tertarik untuk melihat keseruan cerita yang dibawakan pemain Lenong Betawi, kamu bisa datang ke Setu Babakan yang terletak di Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H