Lihat ke Halaman Asli

Tangis Janinku lebih Keras dari Gemuruh Lapar Ibunya

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Anggap saja aku tidak ada saat berbisik di telinga kirimu

Tentang kerapuhan berulang diseberang kelopak matamu yang terkatup

Karena aku selalu merangkulmu disisi kiriku

Bahkan saat semua pertautan darah mengharamkan semua sisimu untukku

Aku tetap disisi kananmu menyandarkan seluruh keyakinanku

Anggap saja aku tidak ada saat berbisik di telinga kirimu

Tentang air mata dan sumpah serapah diseberang kelopak matamu yang terkatup

Karena engkau selalu merangkulku dari sisi kananmu

Bahkan saat harga diri dinistakan dibawah titik iba

Engkau tetap disisi kiriku menegakkan kehormatanmu dalam kasih sayang Tuhan-ku

Anggap saja aku tidak ada saat suara lapar dari perutku terdengar ditelinga kananmu

Karena suara lapar dari perutmu bergemuruh diselah tangis janinku yang kelaparan dalam rahimmu

Melebihi gelak tawa dalam riuh pesta ditaman seberang sejarak dua langkah kaki didepan kita

Tapi sungguh aku akan selalu ada lebih dekat dari sejarak busur didepanmu

Tuk memberi mu kasih disisi Tuhan-Ku, tuk menerima sayangmu disisi Tuhan-Mu

Dalam tatapan beradu diatas tangis dan tawa, diatas hidup dan mati.

… for my wife : “ terima kasih karena kita pernah bersama melalui batas lapar dan iba, senang rasanya tetap bersama menjalani kebahagian yang cukup ”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline