Lihat ke Halaman Asli

Beryl Lumenta

Belajar menulis

Polisi Darurat Moge

Diperbarui: 20 Agustus 2015   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Teman-teman yang membaca judul ini mungkin mengaitkan judul tersebut dengan peristiwa "penghadangan" konvoi HDCI di Jogja. Yup... memang betul.

Saya rasa sudah banyak yang membahas perisitiwa ini, jadi saya hanya sekedar "mbumboni" (bahasa jawa : membumbui) saja, dan melihat efek dari peristiwa tersebut terhadap Polri.

Peristiwa ini diawali dengan konvoi HDCI dari Jogja ke Prambanan, untuk melaksanakan Upacara Bendera dalam rangka peringatan HUT RI ke-70. Hal ini seolah-olah tidak masalah. Masalah seolah-olah baru muncul karena konvoi tersebut di kawal Voorrijder lengkap dengan sirine dan rotator, dan menerobos lampu merah.

Konvoi ini kemudian "dihadang" oleh Mas Elanto dkk di perempatan Condongcatur Jogja. Namun sebagian besar peserta konvoi tidak menggubris (termasuk polisi yang mengawal) walaupun gak semua juga. Ada juga yang berhenti, namun itupun terpaksa he..he..he..

Berita ini kemudian ramai di media sosial, dan akibatnya Polisi dan HDCI mendapat banyak kritikan dari netizen. Sebenarnya Ketua HDCI Jogja bisa menerima tindakan Mas Elanto ini sebagai bentuk kritikan untuk dijadikan bahan evaluasi panitia. (Ketua.HDCI.Yogya.Apresiasi.Aksi.Elanto.Wijoyono). 

Namun gestur positif ini kemudian "dimentahkan" oleh ketua HDCI pusat  Komjen Pol (Purn) Nanan Sukarna (klik linknya di sini). Beliau mengatakan konvoi ini sangat penting karena ada kegiatan di prambanan jam 3 sore, jadi ya ini sangat urgen (katanya...) gak boleh sampai terlambat. 

Menurut saya, alasan beliau ini sangat kekanak-kanakan. Kenapa? kalau gak mau terlambat, ya berangkat lebih cepat Pak, jadi ini bukan keadaan darurat (sambil tepok jidat wakakakak....). 

Hal ini diperparah oleh reaksi Polri. Mereka menerbitkan 3 postingan (sekali lagi TIGA postingan)  FP Divisi Humas Mabes Polri di facebook, khusus membahas hal ini. Bukannya membaik, tanggapan dari netizen sebagian besar negatif. Saya tidak hendak memperdebatkan Undang-undangnya. Berikut saya copas-kan dari FP Humas Mabes Polri tsb 

(Pasal 200 ayat (1) jo. ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).

Pada dasarnya kendaraan yang harus mendapatkan pengawalan adalah kendaraan yang mendapatkan hak utama, yaitu: (Pasal 135 jo. Pasal 134 UU LLAJ)
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit;
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
f. Iring-iringan pengantar jenazah; dan
g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

Yang dimaksud dengan "kepentingan tertentu" adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain: Kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, Kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan Kendaraan untuk penanganan bencana alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline